Rabu, 07 Mei 2014

Pengawasan atas pelaksanaan APBN


Sistem pengawasan pemerintah dapat di bagi atas dua sistem pengawasan utama,
yaitu Sistem Pengawasan Negara Kesatuan RI atau dikenal sebagai Sistem
Pengawasan Eksternal Pemerintah dan Sistem Pengawasan Pemerintah (yang
selanjutnya disebut Sistem Pengawasan Internal Pemerintah.
1) Sistem Pengawasan Eksternal Pemerintah RI
Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, Pemerintah berkewajiban
memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN yang telah disetujui
oleh DPR (pasal 30 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan
ketentuan dalam setiap Undang-Undang APBN).
42
Dalam pasal 23E ayat 1 UUD 45, dinyatakan bahwa untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan Badan
Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan itu
diserahkan kepada DPR. Amanat ini direalisasikan dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK). Namun demikian, undang-undang tersebut masih belum mencukupi
karena belum memiliki landasan operasional yang memadai dalam mendukung
pelaksanaan tugas BPK untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Oleh karena itu kemudian diundangkan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab
Keuangan Negara. Baik DPR RI maupun BPK merupakan Lembaga Tinggi
Negara yang berada di luar tubuh Pemerintahan, yang dalam melakukan
pengawasannya secara mandiri terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
Pemerintah akan tetapi tidak pula berada di atas Pemerintah.
a) Pengawasan oleh DPR RI
Landasan hukum pengawasan oleh DPR terhadap Pemerintah sebagaimana
diamanatkan dalam UUD 45, dalam realisasinya dapat dilihat pada
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003 tentang Susunan dan kedudukan
MPR, DPD, DPR dan DPRD serta Keputusan DPR RI No.03A/DPR
RI/I/2000-2001 tentang Peraturan Tata Tertib DPR RI. Dalam pasal 20A
Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa DPR memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Pengawasan oleh DPR dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003
tersebut dimuat dalam pasal 26 ayat 1. Tugas dan wewenang DPR yang
diatur dalam pasal tersebut antara lain:
(1) menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan
pertimbangan DPD;
(2) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang,
anggaran pendapatan dan belanja negara, serta kebijakan pemerintah;
(3) membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh
DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat
43
dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
(4) memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan
pertimbangan DPD;
(5) membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas
pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
Secara operasional, tugas DPR ini dilakukan oleh alat-alat kelengkapan
DPR sesuai dengan lingkup tugasnya antara lain lewat komisi-komisi yang
ada di DPR dan melalui proses yang telah ditetapkan dalam keputusan
DPR. Selain itu, DPR juga memperoleh bahan pertimbangan untuk
ditindaklanjuti dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang melakukan
pengawasan atas pelaksanaan APBN sebagaimana diatur dalam pasal 46
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003.
b) Pengawasan oleh BPK
Undang-Undang yang mengatur tentang pelaksanaan pemeriksaan baru
dapat direalisasikan pada tanggal 19 Juli 2004 dalam bentuk Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara.
BPK dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi:
(1) Fungsi operasional, yaitu melaksanakan pemeriksaan atas tanggung
jawab Keuangan Negara dan pelaksanaan APBN;
(2) Fungsi yudikatif, yaitu melakukan peradilan komptabel dalam hal
tuntutan perbendaharaan;
(3) Fungsi rekomendasi, yaitu memberi saran dan atau pertimbangan
kepada Pemerintah bilamana dipandang perlu untuk kepentingan
Negara atau hal lainnya yang berhubungan dengan Keuangan Negara.
Pemeriksaan atas pelaksanaan APBN mencakup seluruh unsur keuangan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada hakekatnya, pemeriksaan
tersebut meliputi pemeriksaan atas penerimaan anggaran dan pemeriksaan
atas anggaran belanja negara yang meliputi pengujian apakah pengeluaran
uang negara terjadi menurut ketentuan APBN dan ketentuan-ketentuan
44
tentang penguasaan dan pengurusan keuangan negara lainnya sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.
Menurut tujuannya pemeriksaan BPK terdiri atas:
(1) pemeriksaan atas penguasaan dan pengurusan keuangan;
(2) pemeriksaan atas ketaatan pada peraturan perundangan yang berlaku;
(3) pemeriksaan atas kehematan dan efisiensi dalam penggunaan keuangan
negara;
(4) pemeriksaan atas efektivitas pencapaian tujuan (pemeriksaan program).
Menurut cara melaksanakan pemeriksaan, sesuai dengan pasal 4 UU
Nomor 15 Tahun 2004, pemeriksaan yang dilakukan BPK terdiri atas 3
tipe utama, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemeriksaan ini dilakukan oleh BPK dalam
rangka memberikan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.
Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi,
serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi
kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
Pemeriksaan kinerja ini merupakan pemenuhan atas pasal 23E UUD 1945
yang mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja
pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan kinerja adalah untuk
mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga
perwakilan. Bagi pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar
kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan
secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif.
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan
dengan tujuan khusus, diluar pemeriksa keuangan dan pemeriksaan
kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu tersebut adalah
pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan
pemeriksaan investigatif.
45
c) Pengawasan oleh Masyarakat
Dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan berada
ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal ini
mengandung arti bahwa setiap penyelenggara negara wajib untuk
menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan aspirasi dan tuntutan hati
nurani rakyatnya.
Landasan hukum mengenai peran serta masyarakat dalam mengawasi
pelaksanaan pembangunan dan dalam mewujudkan penyelenggaraan
Negara yang bersih dan bebas dari KKN dapat dilihat pada :
(1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tanggal 19 Mei 1999 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN;
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tanggal 14 Juli 1999
tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan Negara;
(3) Keppres RI Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan
APBN serta penjelasannya.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur peran serta masyarakat
dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka
mewujudkan penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN.
Dengan hak dan kewajiban yang dimiliki, masyarakat diharapkan dapat
lebih bergairah melakukan kontrol sosial secara optimal terhadap
penyelenggaraan Negara dengan tetap menaati rambu hukum yang
berlaku.
Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan Negara dilaksanakan dalam
bentuk:
(1) hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai
penyelenggara negara
(2) hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari
penyelenggara Negara
(3) hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab
terhadap kebijakan penyelenggara Negara
46
(4) hak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan hak-haknya
tersebut di atas.
Selanjutnya dalam pasal 72 dari Keppres RI Nomor 42 Tahun 2002
dinyatakan bahwa Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit
Pengawasan Lembaga, Kepala BPKP, Unit Pengawasan Daerah/Desa
wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai pelaksanaan
APBN.

Sistem Pengawasan Internal Pemerintah RI
Struktur pengawasan APIP pada saat ini terdiri atas Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektur Jenderal Departemen/Unit
Pengawasan LPND, Satuan Pengawas Intern pada setiap BUMN.
Tujuan pengawasan APIP adalah mendukung kelancaran dan ketepatan
pelaksanaan kegiatan Pemerintahan dan pembangunan, sedangkan ruang
lingkup pemeriksaannya adalah pemeriksaan operasional/pemeriksaan
komprehensif.
a) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
BPKP dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 31 Tahun
1983 tanggal 3 Juni 1983. Secara historis, BPKP merupakan peningkatan
fungsi pengawasan yang sebelumnya dilakukan oleh Direktorat Jendral
Pengawasan Keuangan Negara, Kementerian Keuangan. Keppres tersebut
telah dicabut dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden RI Nomor 166
Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 jo. Keppres RI Nomor 173 Tahun
2000 tanggal 15 Desember 2000 tentang Perubahan atas Keppres Nomor
166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND. Sebagai pelaksanaan dari
Keppres tersebut telah dikeluarkan keputusan Kepala BPKP Nomor Kep.-
06.00.00-080/K/2001 tanggal 20 Februari 2001 tentang Organisasi dan
Tata Kerja BPKP.
BPKP berkedudukan sebagai LPND yang berada dan bertanggung jawab
kepada Presiden. BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugaspemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam pasal 71 dari Keppres RI Nomor 42 Tahun 2002 dinyatakan bahwa
BPKP melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran Negara
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping
itu, BPKP wajib pula menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai
pelaksanaan APBN.
b) Inspektorat Jenderal Departemen/Unit Pengawasan LPND
Itjen bertugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan
Departemen terhadap pelaksanaan tugas semua unsur berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri dan peraturan perundangundangan
yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, Itjen. Dep.
melaksanakan fungsi:
1. penyiapan perumusan kebijakan pengawasan;
2. pelaksanaan pengawasan kinerja, pengawasan keuangan, dan
pengawasan untuk tujuan tertentu dan partisipasi dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi dan kejahatan keuangan atas petunjuk Menteri
Keuangan;
3. penyusunan laporan hasil pengawasan; dan
4. pelaksanaan urusan administrasi dan dukungan teknis Inspektorat
Jenderal;
Dalam pengawasan APBN, pasal 70 dari Keppres RI Nomor 42 tahun
2002 menyatakan bahwa:
(1) Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit Pengawasan pada
Lembaga melakukan pengawasan atas pelaksanaan Anggaran Negara
yang dilakukan oleh kantor/satuan kerja/proyek/bagian proyek dalam
lingkungan departemen/lembaga bersangkutan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
(2) Hasil pemeriksaan Inspektur Jenderal Departemen/Pimpinan Unit Pengawasan pada Lembaga tersebut disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga yang membawahkan proyek yang bersangkutan
dengan tembusan disampaikan kepada Kepala BPKP.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional, baik oleh
BPKP ataupun Itjen Departemen, bertujuan untuk menilai apakah
pelaksanaan APBN telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku, apakah pencapaian tujuan telah sesuai dengan
rencana dan dengan memperhatikan prinsip efisiensi dalam pencapaian
tujuannya.
Hasil pemeriksaan yang menyangkut penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku perlu ditindaklanjuti dan
bentuk tindak lanjut itu dapat berupa tindakan administratif kepegawaian
berupa pengenaan hukuman disiplin pegawai, tindakan tuntutan perdata,
tindakan pengaduan tindak pidana serta tindakan penyempurnaan aparatur
Pemerintah di bidang kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan.
Hasil pemeriksaan yang menunjukkan adanya prestasi kerja yang baik dan
memuaskan perlu pula ditindaklanjuti dengan memberikan penghargaan
agar hal ini mendorong atau memotivasi pegawai bersangkutan untuk
mempertahankan/meningkatkan prestasi kerjanya di kemudian hari.
c) Pengawasan Atasan Langsung
Pengawasan atasan langsung atau lazimnya disebut pengawasan melekat
adalah pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan/atasan masing-masing
satuan organisasi/ satuan kerja terhadap bawahannya. Dalam Inpres RI No.
1 tahun 1989 Waskat diberi definisi sebagai serangkaian kegiatan yang
bersifat sebagai pengendalian yang terus-menerus dilakukan oleh atasan
langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau represif agar
pelaksanaan tugas bawahan dapat berjalan efektif dan efisien sesuai
dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Waskat
terakhir adalah Keppres RI Nomor 42 tahun 2002
Waskat bertujuan untuk terciptanya kondisi yang mendukung kelancaran
dan ketepatan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan
pembangunan berdasarkan kebijakan, perencanaan dan peraturan
49
perundang-undangan yang berlaku melalui kegiatan-kegiatan nyata yang
diupayakan oleh setiap pimpinan.
b. Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN
APBN apabila dilihat dari segi hukum, merupakan mandat dari DPR RI kepada
Pemerintah untuk melakukan penerimaan atas pendapatan negara dan
menggunakannya sebagai pengeluaran untuk tujuan-tujuan tertentu dan dalam
batas jumlah yang ditetapkan dalam suatu tahun anggaran.
Mandat yang diberikan oleh DPR itu harus dipertanggungjawabkan. Setelah
terbitnya Undang-Undang Nomor17 tahun 2003 pertanggungjawaban atas
pelaksanaan APBN berubah dari Perhitungan Anggaran Negara menjadi 3 jenis
Laporan Keuangan. Laporan Keuangan ini disusun dengan menggunakan standar
akuntansi pemerintahan yang mengacu pada international public sector
accounting standard (IPSAS).
1) Landasan hukum
Sesuai dengan pasal 30 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan ketentuan dalam Undang-Undang APBN tahun
anggaran bersangkutan, Presiden berkewajiban untuk menyampaikan
rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
berupa Laporan Keuangan. Batas waktu penyampaian Laporan Keuangan
kepada DPR tidaklah sama dari suatu tahun anggaran dibandingkan dengan
tahun anggaran lainnya. Misalnya dalam tahun anggaran 2004 batas waktu
penyampaian Laporan Keuangan adalah 9 bulan, mulai tahun anggaran 2005
batas waktunya diperpendek menjadi 6 bulan.
2) Prosedur penyusunan RUU pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa sesuai pasal 55 dari Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri
Keuangan selaku Pengelola Fiskal bertugas menyusun Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka
memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Sebelumnya
Menteri/Pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
Menteri Keuangan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan
Keuangan yang dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada
kementerian negara/lembaga masing-masing kepada Menteri Keuangan
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Sebagai
entitas pelaporan, laporan keuangan kementerian Negara/lembaga tersebut
sebelumnya telah diperiksa BPK dan diberi opini atas laporan keuangan.
Oleh Menteri Keuangan laporan-laporan atas pertanggungjawaban pengguna
anggaran/pengguna barang tersebut dikonsolidasikan menjadi Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat sebagai bagian pokok dari RUU tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang akan disampaikan Presiden
kepada DPR. DPR melalui alat kelengkapannya yaitu komisi akan membahas
RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dengan pihak pemerintah.
Pembahasan dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan semester dan
opini BPK. Berdasar hasil pembahasan tersebut, DPR memberikan
persetujuannya dan menyampaikan persetujuan Bentuk dan Isi Laporan Keuangan
Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN disusun dan
disajikan sesuai standar akuntansi pemerintah sebagaimana ditentukan dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) yang disusun oleh suatu
komite yang independen, yaitu Komite Standar Akuntansi Pusat dan Daerah,
dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat
pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Tujuan Laporan Keuangan
adalah untuk menyajikan informasi yang bermanfaat untuk pengambilan
keputusan dan untuk pertanggungjawaban atas pengelolaan sumber daya yang
dipercayakan kepada Pemerintah.
a) Laporan Realisasi APBN
Laporan realisasi APBN mengungkap berbagai kegiatan keuangan
pemerintah untuk satu periode yang menunjukkan ketaatan terhadap
ketentuan perundang-undangan melalui penyajian ikhtisar sumber, alokasi,
dan penggunaan sumber daya yang dikelolanya.
51
Laporan realisasi anggaran akan memberikan informasi mengenai
keseimbangan antara anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
pembiayaan dengan realisasinya. Selain itu juga disertai informasi
tambahan yang berisi hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran
seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan
yang material antara anggaran dan realisasinya, dan daftar yang memuat
rincian lebih lanjut mengenai angka-angka yang dianggap perlu untuk
dijelaskan. Contoh laporan realisasi anggaran terdapat pada Lampiran 4.
b) Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai
asset baik lancar maupun tidak lancar, kewajiban jangka pendek maupun
kewajiban jangka panjang, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Neraca
tingkat Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi dari neraca tingkat
Kementerian/Lembaga. Dalam neraca tersebut harus diungkapkan semua
pos asset dan kewajiban yang di dalamnya termasuk jumlah yang
diharapkan akan diterima dan dibayar dalam jangka waktu dua belas bulan
setelah tanggal pelaporan dan jumlah uang yang diharapkan akan diterima
atau dibayar dalam waktu dua belas bulan. Contoh Neraca ditunjukkan
dalam lampiran 5.
c) Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas
operasional, investasi aset non keuangan, dana cadangan, pembiayaan, dan
transaksi non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan,
pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah selama periode tertentu.
Laporan arus kas ditujukan untuk memberikan informasi mengenai arus
masuk dan keluar kas dari pemerintah dalam suatu periode laporan.
Laporan Arus Kas diperlukan untuk memberi informasi kepada para
pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas-aktivitas tersebut
terhadap posisi kas pemerintah. Di samping itu, informasi tersebut juga
dapat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara aktivitas operasi,
investasi, pembiayaan, dan non anggaran. Contoh Laporan Arus Kas
ditunjukkan dalam Lampiran 6.
52
2. Contoh
Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal bertugas menyusun Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Sebelumnya Menteri/Pimpinan lembaga
selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Menteri Keuangan menyampaikan
laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan
atas Laporan Keuangan yang dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada
kementerian negara/lembaga masing-masing kepada Menteri Keuangan selambatlambatnya
2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
3. Non Contoh
Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 pertanggungjawaban atas
pelaksanaan APBN dibuat dalam bentuk PAN. Perhitungan Anggaran Negara memuat
Laporan Keuangan yang disusun dengan menggunakan standar akuntansi
pemerintahan yang mengacu pada standar akuntansi sektor publik yang berlaku di
Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar