peter f. drucker mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. pengertian ini mengandung makna bahwa wirausahawan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru atau berbeda dari yang lain,
Atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda
dengan yang ada dengan yang sebelumnya.
Untuk
menciptakan sesuatu yang berbeda diperlukan suatu kreativitas dan jiwa innovator yang
tinggi.
Semangat
kewirausahaan diantaranya terdapat dalam QS. Hud:61, QS.Al-Mulk:15 dan
QS.Al-Jumuh:10, dimana manusia diperintahkan untuk memakmurkan bumi dan
membawanya ke arah yang lebih baik serta diperintahkan untuk berusaha mencari
rizki.
QS. Al-Jummuah
10 yang artinya :
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
itu bisa dikatakan perintah agar manusia bertebaran dimuka bumi untuk mencari rezeki dari allah.
dan untuk mencari rejeki tersebut gunakan allah sifat-sifat rasulullah.
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Sifat yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha yang sesuai dengan
ajaran agama Islam adalah sifat-sifat rasulullah.
1. Shiddiq artinya benar. Bukan hanya perkataannya yang benar, tapi juga
perbuatannya juga benar. Sejalan dengan ucapannya. jadi bisa dikatakan bahwa seorang wirausahawan harus selalu menga perkataan perbuatannya agar dapat disenangi oleh orang lain baik bawahan, maupun konsumen sendiri.
2.Amanah artinya benar-benar bisa dipercaya. Jika satu urusan diserahkan
kepadanya, niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah Nabi Muhammad SAW dijuluki
oleh penduduk Mekkah dengan gelar “Al Amin” yang artinya terpercaya jauh
sebelum beliau diangkat jadi Nabi. Apa pun yang beliau ucapkan,
penduduk Mekkah mempercayainya karena beliau bukanlah orang yang
pembohong. disini bisa dikatakan bahwa seorang wirausahwan tidak boleh melakukan kebohongan dalam menjalankan usahanya agar terbangun kepercayaan terhadap dirinya dan bisnis yang sedang dibangunnya.
3.Tabligh artinya menyampaikan.
4. Fathonah
sedangkan didalam islam diajarkan bahwa setiap apapun yang akan dilakukan perlu diawali dengan niat maka disini penulis membagi sifat-sifat yang diperlukan seorang wirausahawan dalam islam.
1. Diawali dengan niat.
Bagi seorang muslim kegiatan bisnis senantiasa diniatkan untuk
beribadah kepada Allah sehingga hasil yang didapat nanti juga akan digunakan untuk
kepentingan dijalan Allah
2. dilakukan dengan mengedepankan sifat-sifat rosulullah (jujur, amanah, toleransi, tawakal,
silahturahmi, tidak menipu timbangan, mengambil keuntungan sesuai syariat islam)
3. bersyukur dan berinfak
Nilai ajaran
Islam yang bisa digunakan menciptakan pola bisnis/wirausaha yang sehat:
ü Optimalkan penggunaan waktu
“Demi waktu.Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian,”(QS. Al ‘Ashr 1-2).
Dimensi waktu memiliki nilai
yang sangat berharga dalam membangun kekokohan bisnis kita. Mengapa ? Karena
hanya waktu yang menjadi sumber daya kehidupan kita yang langsung habis, tak
bisa disimpan, tak tergantikan, tak terbarui dan juga tak bisa dikelola lebih
lanjut. Dengan demikian, ayat dalam Surat Ashr di atas, benar-benar menjadi
peringatan yang cukup kritis, karena segalanya bersumber dari kemampuan kita
mempergunakan waktu.
Dalam konsep ini, waktu tidak cuma berarti uang. tetapi adalah
segala peluang yang kita miliki. Tanpa waktu yang tepat, apapun yang kita
upayakan : apakah peluncuran produk baru
atau sebuah promosi penjualan, akan sia sia.
Sungguh, waktu adalah setiap kesempatan untuk bisa sukses. Demi
waktu, raihlah prestasi hari ini, tanpa menunggu esok pagi. Bukankah pengelola
bisnis tidak mau rugi?
ü Jangan mengurangi timbangan
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu)
orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi. (QS. Al Muthaffifiin 1-3)
Coba posisikan kita sebagai pembeli, pada permintaan minimal adalah
timbangan yang tepat atau pas. Syukur-syukur kalau dilebihi sedikit. Andai
timbangan dikurangi, bukankah itu berarti merugikan?
Dalam etika bisnis yang islami, menyempurnakan timbangan merupakan
proyeksi pemberian hak dan kewajiban antara penjual-pembeli dilakukan secara
ekstra tepat, sama besar. Tak ada pihak yang manapun mau dirugikan. Bahkan bila
kita memaksa untuk curang, Tuhan Sang Maha Adil secara tegas menyebut kita
sebagai orang yang sangat celaka.
ü Memenuhi janji
“…dan penuhilah janji ; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan
jawabnya”. ( Al Israa’ 34)
Ada ungkapan janji adalah
hutang. Jadi memang harus dipenuhi atau dilunasi. Pemenuhan janji merupakan
kartu truf dalam meraih kesuksesan bisnis. Karenanya, pemenuhan suatu janji
layak kita jadikan prioritas dalam bisnis.
Memang, sebagai konsekuensinya segala kesuksesan kita tergantung
pada kemampuan memenuhi janji kita kepada : pemilik saham, pelanggan, kreditur,
pegawai, pemerintah ataupun masyarakat.
Ambil contoh, bila kita telah menjanjikan kenaikan gaji pegawai
mulai persatu Januari tahun mendatang, kewajiban kita memenuhinya. Kita tidak
bisa menunda-nunda dengan alasan yag dibuat-buat. Sebab janji yang kita
ikrarkan adalah hutang yang memang harus dibayar lunas.
Lalu, bagaimana bila sudah berjanji, tetapi ada sebuah keadaan yang
luar biasa yang membuat sebuah janji mustahil dipenuhi? Menghadapi masalah
demikian, terpenting adalah adanya komunikasi yang komprehensif antar pihak
yang terkait. Sehingga bisa dicapai kompromi yang memuaskan. Penundaan yang
disepakati bisa menjadi salah satu solusinya.
Dengan kemampuan memenuhi suatu janji yang kita buat, sesungguhnya
merupakan tabungan positif bagi kredibilitas diri dan bisnis kita.
ü Jangan berkhianat
“…Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (
Al Anfaal 58)
Bila kita memperoleh amanat kita harus siap menjalankan. Ketika
memegang sebuah jabatan, sesungguhnya amanat sudah dibebankan ke pundak kita.
Menjalankan jabatan secara benar, tidak menyalahgunakan kekuasaan dan
tidak korupsi merupakan sikap yang tidak
berkhianat.
Bahkan, bila ada sebuah pesanan pembelian barang dari seorang konsumen, syarat pembayaran dengan
kredit, harga dan waktu penyerahan barang telah disepakati. Ketika barang akan
dikirim, ada konsumen lain yang berani membayar kontan dengan harga lebih
tinggi. Barang yang Cuma satu-satunya itu akhinya kita jual demi mendapatkan
keuntungan yang lebih besar dan uang kontan. Akibatnya, pesanan yang pertama tadi gagal terrelisasi.
Perilaku berkhianat dalam praktek bisnis semacam ini harus dihindari.
Begitu pula saat kita mendapatkan amanah dari pimpinan untuk
menyelenggarakan penerimaan pegawai baru dengan merit system, maka jangan
bersikap kolutif dan nepotis. Bila kita tidak amanah, akibatnya posisi pegawai
baru bisa ditempati kemenakan kita sendiri, walau tak memiliki kualifikasi
ketrampilan dan pendidikan sesuai dengan job description yang ditentukan.
Ada pertaruham yang cukup besar, ketika kita mengkhianati sebuah
kepercayaam atau kesepakatan, yaitu hancurnya kredibilitas pribadi. Padahal
membangun kredibilitas tidak bisa dilakukan secara instan, tetapi membutuhkan
waktu yang cukup lama, bisa jadi bertahun-tahun. Bila gagal mengamankan
kredibilitas kita, tentu ancaman yang serius bagi citra perusahaan. Siapakah
yang mau menjalin bisnis dengan perusahaan atau pimpinannya yang sudah tidak
memilki kredibilitas lagi?
ü Bayar pekerja secepatnya
“Berikanlah kepada buruh upahnya sebelum kering keringatnya”. (HR.
Abu Ya’la)
Peringatan ini penting dicamkan bagi kita para pengusaha. Mengingat,
seringkali semata upahlah, kebutuhan hidup para buruh tercukupi dan dapur
mereka bisa ngebul. Bila upah mereka tak segera dibayar, tentu akan membikin
keresahaan dan bisa-bisa saat bekerja menjadi ogah-ogahan. Bila demikian, tak
tertutup kemungkinan tak tercapainya target operasianl perusahaan.
Hubungan kerja akan tampak mulus apabila masing-masing pihak
berpijak pada hak dan kewajibannya masing-masing.
Sungguh, menzalimi gaji atau upah buruh layak dihindari, karena itu
pelecehan terhadap hak buruh. Memungut sejumlah iuran dengan tanpa berlandaskan
ketentuan yang sah, sekecil apapun tentu tak bisa dibenarkan. Bahkan dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan Ahmad dinyatakan secara tegas, “Menzhalimi upah
terhadap buruh termasuk dosa besar.”
ü Bersaing secara makruf
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kamu saling membenci,
saling mendengki dan saling bermusuhan, tetapi jadilah kamu hamba-hamba Allah
yang bersaudara”. (Hadis riwayat Anas bin Malik ra)
Hadits ini bisa kita jadikan pijakan sikap dalam menggeluti dunia
bisnis. Pesaing dan persaingan, merupakan dua kata yang selalu eksis di iklim
usaha berbasis mekanisme pasar. Siapapun boleh berusaha, siapapun boleh menjadi
pesaing kita.
Saat ini, semakin hari, para pemain baru makin bermunculan, membuat
persainganpun makin sengit. Kompetisi
berbasis jor-joran harga murah banting harga mulai dijalankan para pebisnis.
Rugi tidak masalah, asal mendapat pembeli pun jadi kredo bisnis. Menghadapi
persaingan yang tidak kondusif semacam ini, kadang dilakukan cara yang brutal :
membunuh usaha pesaing. “Ora biso coro kasar, nggawe coro alus,” ancam beberapa
pebisnis. Bila perlu, “ben podo ora mangane,” ungkap pebisnis lain dengan nada penuh dendam.
Semua itu menunjukan sebuah iklim persaingan yang tidak sehat dan
menghancurkan. Bukankan ini merupakan tindakan yang melampui batas? Bukankah
Tuhan tidak menyukai orang yang melampui batas? Dalam hal ini Al Qur’an
dalam Al Baqarah ayat 190
mengajarkan,”…. (tetapi) janganlah kamu melampui batas, karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.”
Dengan demikian, Bersaing
boleh, yang tak boleh adalah membunuh usaha pesaing, karena itu sebuah bentuk
kezaliman dalam berbisnis.
Bahkan ditandaskan dalam Firman Allah SWT,“Sesungguhnya dosa itu
atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka
bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih”. (Asy Syuura 42)
ü Wajib ikhtiar
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah
dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.“ (Al Jumu’ah 10)
Hak mencari kehidupan di seluruh pejuru bumi, jelas-jelas di jamin.
Jika kita melakukan ikhtiar termasuk menjalankan bisnis, maka layak dilakukan
hingga batas maksimal. Begitu batas dicapai, kita harus memasrahkan diri kepada
Allah SWT. Hal ini agar kita tak terlalu stress dalam menanti keberhasilan. Juga tidak takabur bila upaya kita berhasil.
Dengan kata lain tawakkal kita lakukan, bila sudah melalui tahap
survey lapang yang komprehensip, analisis yang seksama, perencanaan yang
matang, pengoranisasian yang benar, pengelolaan yang hati-hati, penggerakan
secara total dan evaluasi yang menyeluruh.
Dengan demikian, kita sudah mengoptimalkan segala potensi baik
pemikiran, kemauan dan sumberdaya yang tersedia. Apapun hasilnya, kita baru
bisa dengan mantap mengatakan “ini kehendak Allah SWT.”
Sayang sekali, penyakit kita yang umum, ikhtiar belum seberapa, kita
dengan cepat mengungkapkan,” ini kehendak Allah”. Ataupun terlalu mengandalkan
kehendak Allah, akibat kita sendiri enggan untuk berkehendak apalagi bertindak.
ü Silaturahmi membawa berkah
Anas bin Malik ra., ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw.
bersabda: Barang siapa yang merasa senang bila dimudahkan rezekinya dan
dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung hubungan kekeluargaan
(silaturahmi). (Shahih Muslim No.4638)
Hadits di atas apabila ditransformasikan ke dalam dunia bisnia,
sesungguhnya memiliki simpul wujud yang relative sama dengan public relations.
Dalam konteks ini, hubungan kekeluargaan adalah jalinan antar
perusahan-karyawan, perusahan-pemasok, perusahaan-pelanggan dan
perusahaan-masyarakat.
Bukankah perusahaan yang kita kelola akan sukses, bila mampu membina
hubungan dengan berbagai pihak di atas? Jelas sekali, keberhasilan itu akan
memberikan kesmpatan panjang umur bagi bisnis kita. Sejarah telah membuktikan
bahwa banyak bisnis sukses yang usianya
jauh melebihi usia para pendirinya. Lalu, bagaimana dengan rejeki? Tentu saja rejeki yang melimpah akan kita raih, bila silaturahmi yang
dilakukan perusahaan terus berlangsung. Insyaallah.
ü Pembayaran hutang
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)
itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (Al Baqarah 280)
Persoala hutang-piutang merupakan persoalan klasik dalam berbisnis.
Wajar bila kita mungkin punya piutang di satu sisi dan sisi lain punya hutang.
Persoalan hutang piutang memang akan menjadi masalah kalau tak dikendalikan
dengan baik, bahkan menjadi pemicu kolapsnya perusahaan,
Hubungan utang piutang sering menimbulkan perselisihan dengan pihak
lain, karena itu harus dicatat dan ada saksi. Surat Al Baqarah 282 cukup rinci
membahas ini.
Dalam bisnis seringkali ditemui kredit macet, maka pemberi pinjaman
boleh meminta agunan. Toh demikian,
“Sebaik-baik kamu ialah yang paling baik dalam membayar hutangnya.”
Bahkan “Orang kaya yang menunda-nunda (mengulur-ulurkan waktu)
pembayaran hutangnya adalah kezaliman”. Kedua hadits itu diriwayatkan Bukhori.
0 komentar:
Posting Komentar