Jumat, 05 Desember 2014

model ilmpelemtasi kebijakan Edwards III

Gambar  2.3
Model Interaksi Implementasi Kebijakan Edwards III







Sumber : George C. Edwars III

 


Dari gambar di atas dapat kita lihat bahwa setiap variabel mempunyai hubungan dan keterkaitan satu sama lain. Berikut penjelasan faktor-faktor penentu berhasil atau tidaknya suatu implementasi menurut Edwards III yaitu :
1.        Komunikasi
Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan/atau publik dan sikap tanggapan dari pihak yang terlibat.[1] Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam komunikasi yaitu transmisi, konsistensi dan kejelasan.[2]
a.    Transmisi
Faktor utama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah transmisi. Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya sudah dikeluarkan.
 Implementasi kebijakan akan efektif apabila aktor yang ditunjuk sebagai pelaksananya mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintah-perintah dapat diikuti. Tentu saja, komunikasinya harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh pelaksana.
b.    Clarity (Kejelasan)
Jika kebijakan–kebijakan yang ingin diimplementasikan sebagaimana mestinya, maka petunujuk-petunjuk itu haruslah jelas. Jika petunjuk-petunjuk pelaksanaan itu tidak jelas, maka para implementor akan mengalami kebingungan tentang apa yang harus mereka lakukan. Selain itu, mereka juga akan mempunyai keleluasaan untuk memaksakan pandangan-pandangan mereka sendiri pada implementasi kebijakan, pandangan-pandangan yang mungkin berbeda dengan pandangan-pandangan atasan mereka atau pandangan yang seharusnya dijadikan acuan.
c.     Konsistensi
Jika kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi apabila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik.
2.        Sumber  Daya
Meskipun komunikasi oleh pelaksanaan kebijakan berjalan dengan baik, jika terdapat kekurangan atau permasalahan terhadap sumber-sumber yang mendukung  maka implementasi kebijakan cenderung tidak efektif. Sumber daya merupakan faktor penting dalam mewujudkan tujuan dari kebijakan. Sumber-sumber yang penting tersebut bisa meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang mereka butuhkan untuk menerjemahkan kebijakan tersebut, serta sumber daya yang medukung terwujudnya pelayanan-pelayanan serta pembiayaan terhadap sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Jika dirincikan sumber-sumber terpenting menurut Edwards III dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik adalah[3] :
a.    Staf. Dalam Konteks ini setiap staf harus memilki keahlian dan kemampuan untuk melaksanakan tugas, anjuran, perintah dari atasan (pimpinan). Disamping itu staf harus mempunyai ketetapan dan kelayakan antara jumlah staf yang dibutuhkan dan keahlian yang dimilki sesuai dengan pekerjaan yang ditanganinya.
b.    Informasi. Informasi yang relevan dan cukup tentang bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan dan kerelaan atau kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan tersebut. Hal ini dimaksudkan, agar para pelaksana tidak melakukan suatu kesalahan dalam menginterpretasikan tentang cara bagaimana mengimplementasikan atau melaksanakan kebijakan tersebut. Disamping itu, informasi ini penting untuk menyadarkan orang-orang yang terlibat dalam implementasi agar diantara mereka mau melaksanakan dan mematuhi apa yang menjadi tugas dan kewajibannya.
c.    Kewenangan. Diperlukan untuk menjamin dan meyakinkan bahwa kebijaksanaan yang akan dilaksanakan adalah sesuai dengan yang mereka kehendaki.
d.   Fasilitas. Merupakan sarana yang digunakan untuk operasionalisasi implementasi suatu kebijakan seperti sarana gedung, tanah dan sebagainya.
3.    Disposisi ( sikap pelaksana  atau tingkah laku implementor )
            Disposisi dalam implementasi kebijakan ini diartikan sebagai sikap, kecenderungan, keinginan, kesepakatan para implementor untuk melaksanakan kebijakan. Suatu implementasi kebijakan akan dikatakan efektif, apabila siimplementor tidak hanya mengetahui apa yang mereka lakukan atau memilki kemampuan  untuk melakukan kebijakan itu, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
            Intensitas disposisi  para implementor  dapat mempengaruhi pelaksanaan (performance) kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya intensitas disposisi ini, akan bisa menyebabkan gagalnya implementasi kebijakan. untuk melihat disposisi atau kecenderungan yang ada dapat dilihat melalui dampak-dampak dari kecenderungan, pengangkatan birokrat dan insentif pada organisasi.
4.        Struktur Birokrasi
  Struktur organisasi-organisasi yang melaksanakan kebijakan memiliki pengaruh penting pada  implementasi. Jika terdapat suatu kelemahan dalam  struktur bitokrasi tersebut, implementasi kebijakan tidak akan berhasil. Pada dasarnya struktur birokrasi mencangkup aspek-aspek seperti pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan dan hubungan organisasi dengan organisasi luar dan sebagainya.  Karena strukutr birokrasi mencangkup dimensi frangmentasi dan SOP.
Dimensi fragmentasi (fragmentation) menegaskan bahwa struktur birokrasi yang terfragmentasi dapat meningkatkan gagalnya komunikasi, dimana para pelaksana kebijakan akan punya kesempatan yang besar atau instruksinya akan terganggu. Fragmentasi birokrasi ini akan membatasi para pejabat puncak untuk mengkoordinasikan semua sumber daya yang relevan dalam suatu yuridiksi tertentu, akibat lebih lanjut adalah terjadinya pemborosan sumber daya langka.[4] Dengan demikian, keberhasilan implementasi kebijakan yang kompleks, perlu adanya kerjasama yang baik dari banyak orang. Adanya fragmentasi organisasi (organisasi yang terpecah-pecah) dapat memutuskan koordinasi yang diperlukan untuk mengimplementasikan  suatu kebijakan yang kompleks.SOP (Standar Operasional Procedur) adalah salah  satu dari aspek-aspek struktural yang paling mendasar.  Dengan adanya SOP akan mempermudahkan dan menyeragamkan tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya.




0 komentar:

Posting Komentar