Pemerintahan
yang bersih dan baik dengan kata lain, birokrasi yang bersih dan baik, haruslah
dibangun secara sistematis dan terus – menerus. Pola pikir yang dikotomis, yang
menghadapkan upaya membangun pribadi yang baik dengan upaya merubah sistem yang
baik, ibarat memilih telur atau ayam yang harus di dahulukan. Pola pikir yang
demikian ini tidaklah tepat, karena memmang tak bisa memisahkan antara kedua
sisi ini. Individu yang baik tidak mungkin muncul dari sebuah sistem yang
buruk, demikian pula sistem yang baik tidak akan berarti banyak bila di
jalankan oleh orang – orang yang korup. Yang harus dilakukan adalah membina
masyarakat secara terus – menerus agar menjadi individu yang baik, yang
menyadari bahwa pemerintahan yang baik hanya dapat dibangun oleh orang yang
baik dan sistem yang baik. Rakyat juga harus di sadarkan, bahwa para pemimpin
haruslah orang yang baik, jujur, amanah, cerdas, profesional, serta pembela
kebenaran dan keadilan.
Abad
21 menghadapkan lingkungan strategis nasional dan internasional yang berbeda
dengan tantangan strategis yang di hadapi pada abad 20. Indonesia menghadapi
tantangan berat di segala bidang krisis multi dimensi, ancaman disintegrasi,
dan keterpurukan ekonomi. Indikator – indikator pembangunan menunjujkan bahwa
posisi indonesia berada dalam kelompok terendah dalam peta kemajuan pembangunan
bangsa – bangsa termasuk dalam penyelenggaraan clean governance dan
penyelenggaraan good governance baik pada sektor publik maupun sektor bisnis.
Good governance memiliki pengertian sebagai
tindakan atau tingkah laku yang didasarkan nilai-nilai dan yang bersifat
mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan
nilai-nilai tersebut di dalam tindakan dan kehidupan sehari-hari (M.M. Billah,
1996 : 40).
Sementara itu menurut World Bank, good governance diartikan sebagai
“the way state power is used in managing economic and social resources for development
society”. Dari pengertian tersebut diperoleh gambaran bahwa “governance” adalah
cara, yakni cara bagaimana kekuasaan negara digunakan untuk mengelola
sumber-sumber daya ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat (Sadu W, 2004
: 54).
Sejalan dengan pendapat World Bank tersebut, UNDP mendefinisikannya
sebagai “the exercise of political, economic, and administrative authority to
manage a nation affair at all levels (penggunaan kewenangan politik, ekonomi
dan administrasi untuk mengelola urusan-urusan negara pada semua level
(tingkatan)”.
Menurut definisi UNDP tersebut, governance mempunyai tiga kaki yaitu
ekonomi, politik dan administrasi. Political authority meliputi proses-proses
pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan. Economic authority meliputi
proses-proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi penyelenggaraan ekonomi.
Aspek ekonomi mempunyai implikasi terhadap equity, poverty dan quality life.
Adapun administrative authority mencakup sistem implementasi kebijakan
(Kushandajani dalam Teguh Y, 2001 : 67).
Sedangkan domain dari governance meliputi institusi negara atau
pemerintah (state), sektor swasta atau dunia usaha (private sector) dan
masyarakat (society) yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya
masing-masing. Pemerintah berfungsi sebagai regulator dan fasilitator dalam
penciptaan kondisi politik dan hukum yang kondusif. Sektor swasta berperan
dalam penciptaan pekerjaan dan pendapatan. Sedangkan masyarakat berpartisipasi
dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik.
Dari pengertian-pengertian tersebut, good governance menunjuk pada
suatu penyelenggaraan negara yang bertanggung jawab serta efektif dan efisien
dengan menjaga kesinergisan interaksi konstruktif diantara institusi negara/
pemerintah (state), sektor swasta/ dunia usaha (private sector) dan masyarakat
(society). Dengan demikian, paradigma good governance menekankan arti penting
kesejajaran hubungan antara domain negara, sektor swasta/ dunia usaha dan
masyarakat. Ketiganya berada pada posisi yang sederajat dan saling kontrol
untuk menghindari penguasan atau eksploitasi oleh satu domain terhadap domain
lainnya.
Kunci utama memahami good governance
adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari
prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan.
Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan
semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini,
prinsip-prinsip good governance dapat dilihat sebagai berikut:
ü Partisipasi Masyarakat
Semua
warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara
langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili
kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan
kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk
berpartisipasi secara konstruktif.
ü Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka
hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya
hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
ü Transparansi
Tranparansi
dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan,
lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti
dan dipantau.
ü Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga
dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang
berkepentingan.
ü Berorientasi pada Konsensus
Tata
pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi
terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi
kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
ü Kesetaraan
Semua
warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan
kesejahteraan mereka.
ü Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses
pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga
masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal
mungkin.
ü Akuntabilitas
Para
pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi
masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada
lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut
berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
ü Visi Strategis
Para
pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas
tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa
saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka
juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial
yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
pada sektor bisnis.
pada sektor bisnis.
Good
governance sebagai pola baru dalam penyelenggaraan pemerintahan akan sulit
diwujudkan tanpa dibarengi dengan upaya menciptakan pemerintahan yang bersih.
Pemerintahan yang bersih sendiri terkait erat dengan akuntabilitas administrasi
publik dengan menjalankan tugas, fungsi dan wewenang yang diberikan kepadanya,
mereka melakukan tindakan yang menyimpang dari etika administrasi publik
ataukah tidak.
Menurut
Miftah
Thoha ( Bapoenas, 2004 ) ada beberapa faktor yang sangat menentukan
dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yaitu :
è Pelaku
– pelaku dari pemerintahan, dalam hal ini sangat ditentukan oleh kualitas
sumber daya aparatur
è Kelembagaan
yang dipergunakan oleh pelaku – pelaku pemerintahan untuk mengaktualisasikan
kinerjanya.
è Perimbangan
kekuasaan yang mencerminkan seberapa jauh sistem pemerintahan itu harus
diberlakukan.
è Kepemimpinan
dalam birokrasi publik yang berakhlak( visionary ), demokratratis dan
responsif.
Eksistensi
dan pelaksanaan atas faktor – faktor tersebut diyakini akan mampu mendorong
terciptanya pemerintahan yang bersih ( clean government ). Namun demikian,
masih banyaknya kelemahan – kelemahan yang dimiliki organisasi publik, seperti
lemahnya law enforcement, ketidak jelasan dan ketidaklengkapan peraturan (
pemanfaatan celah hukum), masih adanya duplikasi aturan dan kewenangan lembaga
– lembaga pengawasan internal ( BPKP, ITJEN, DEPDAGRI, BAWASLU , BAWASDA )
tidak efektifnya pelaksanaan fungsi – fungsi lembaga penegak hukum, standar
pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang belum jelas dan tidak
transparan, serta masih lemahnya pertisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan,
menjadikan clean government masih sulit untuk diwujudkan.
Terlebih
lagi berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi dalam tubuh birokrasi indonesia,
utamanya praktek – praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme ( KKN ) menunjukan
bahwa pemerintahan belum sepenuhnya bersih. Korupsi yang berkembang selama
beberapa dekade ini seakan telah menjadi budaya dan mendarah daging dalam tubuh
birokrasi kita sebagai akibat dari rendahnya akuntabilitas publik. Kenyataan
ini menuntut adanya upaya – upaya yang sisteatis dan koprehensif untuk mengatsi
berbagai kelemahan dan permasalahan yang ada pada birokrasi pemerintah agar
clean government dapat terwujud.
0 komentar:
Posting Komentar