Selasa, 01 April 2014

Clean Governance



Pemerintahan yang bersih dan baik dengan kata lain, birokrasi yang bersih dan baik, haruslah dibangun secara sistematis dan terus – menerus. Pola pikir yang dikotomis, yang menghadapkan upaya membangun pribadi yang baik dengan upaya merubah sistem yang baik, ibarat memilih telur atau ayam yang harus di dahulukan. Pola pikir yang demikian ini tidaklah tepat, karena memmang tak bisa memisahkan antara kedua sisi ini. Individu yang baik tidak mungkin muncul dari sebuah sistem yang buruk, demikian pula sistem yang baik tidak akan berarti banyak bila di jalankan oleh orang – orang yang korup. Yang harus dilakukan adalah membina masyarakat secara terus – menerus agar menjadi individu yang baik, yang menyadari bahwa pemerintahan yang baik hanya dapat dibangun oleh orang yang baik dan sistem yang baik. Rakyat juga harus di sadarkan, bahwa para pemimpin haruslah orang yang baik, jujur, amanah, cerdas, profesional, serta pembela kebenaran dan keadilan.
Abad 21 menghadapkan lingkungan strategis nasional dan internasional yang berbeda dengan tantangan strategis yang di hadapi pada abad 20. Indonesia menghadapi tantangan berat di segala bidang krisis multi dimensi, ancaman disintegrasi, dan keterpurukan ekonomi. Indikator – indikator pembangunan menunjujkan bahwa posisi indonesia berada dalam kelompok terendah dalam peta kemajuan pembangunan bangsa – bangsa termasuk dalam penyelenggaraan clean governance dan penyelenggaraan good governance baik pada sektor publik maupun sektor bisnis.
Good governance memiliki pengertian sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan nilai-nilai dan yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut di dalam tindakan dan kehidupan sehari-hari (M.M. Billah, 1996 : 40).
Sementara itu menurut World Bank, good governance diartikan sebagai “the way state power is used in managing economic and social resources for development society”. Dari pengertian tersebut diperoleh gambaran bahwa “governance” adalah cara, yakni cara bagaimana kekuasaan negara digunakan untuk mengelola sumber-sumber daya ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat (Sadu W, 2004 : 54).
Sejalan dengan pendapat World Bank tersebut, UNDP mendefinisikannya sebagai “the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation affair at all levels (penggunaan kewenangan politik, ekonomi dan administrasi untuk mengelola urusan-urusan negara pada semua level (tingkatan)”.
Menurut definisi UNDP tersebut, governance mempunyai tiga kaki yaitu ekonomi, politik dan administrasi. Political authority meliputi proses-proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan. Economic authority meliputi proses-proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi penyelenggaraan ekonomi. Aspek ekonomi mempunyai implikasi terhadap equity, poverty dan quality life. Adapun administrative authority mencakup sistem implementasi kebijakan (Kushandajani dalam Teguh Y, 2001 : 67).
Sedangkan domain dari governance meliputi institusi negara atau pemerintah (state), sektor swasta atau dunia usaha (private sector) dan masyarakat (society) yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. Pemerintah berfungsi sebagai regulator dan fasilitator dalam penciptaan kondisi politik dan hukum yang kondusif. Sektor swasta berperan dalam penciptaan pekerjaan dan pendapatan. Sedangkan masyarakat berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik.
Dari pengertian-pengertian tersebut, good governance menunjuk pada suatu penyelenggaraan negara yang bertanggung jawab serta efektif dan efisien dengan menjaga kesinergisan interaksi konstruktif diantara institusi negara/ pemerintah (state), sektor swasta/ dunia usaha (private sector) dan masyarakat (society). Dengan demikian, paradigma good governance menekankan arti penting kesejajaran hubungan antara domain negara, sektor swasta/ dunia usaha dan masyarakat. Ketiganya berada pada posisi yang sederajat dan saling kontrol untuk menghindari penguasan atau eksploitasi oleh satu domain terhadap domain lainnya.
            Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance dapat dilihat sebagai berikut:
ü  Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
ü  Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
ü  Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
ü  Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
ü  Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
ü  Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
ü  Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
ü  Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
ü  Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
pada sektor bisnis.
Good governance sebagai pola baru dalam penyelenggaraan pemerintahan akan sulit diwujudkan tanpa dibarengi dengan upaya menciptakan pemerintahan yang bersih. Pemerintahan yang bersih sendiri terkait erat dengan akuntabilitas administrasi publik dengan menjalankan tugas, fungsi dan wewenang yang diberikan kepadanya, mereka melakukan tindakan yang menyimpang dari etika administrasi publik ataukah tidak.
Menurut Miftah Thoha ( Bapoenas, 2004 ) ada beberapa faktor yang sangat menentukan dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, yaitu :
è Pelaku – pelaku dari pemerintahan, dalam hal ini sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya aparatur
è Kelembagaan yang dipergunakan oleh pelaku – pelaku pemerintahan untuk mengaktualisasikan kinerjanya.
è Perimbangan kekuasaan yang mencerminkan seberapa jauh sistem pemerintahan itu harus diberlakukan.
è Kepemimpinan dalam birokrasi publik yang berakhlak( visionary ), demokratratis dan responsif.
Eksistensi dan pelaksanaan atas faktor – faktor tersebut diyakini akan mampu mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih ( clean government ). Namun demikian, masih banyaknya kelemahan – kelemahan yang dimiliki organisasi publik, seperti lemahnya law enforcement, ketidak jelasan dan ketidaklengkapan peraturan ( pemanfaatan celah hukum), masih adanya duplikasi aturan dan kewenangan lembaga – lembaga pengawasan internal ( BPKP, ITJEN, DEPDAGRI, BAWASLU , BAWASDA ) tidak efektifnya pelaksanaan fungsi – fungsi lembaga penegak hukum, standar pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang belum jelas dan tidak transparan, serta masih lemahnya pertisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, menjadikan clean government masih sulit untuk diwujudkan.
Terlebih lagi berbagai bentuk penyimpangan yang terjadi dalam tubuh birokrasi indonesia, utamanya praktek – praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme ( KKN ) menunjukan bahwa pemerintahan belum sepenuhnya bersih. Korupsi yang berkembang selama beberapa dekade ini seakan telah menjadi budaya dan mendarah daging dalam tubuh birokrasi kita sebagai akibat dari rendahnya akuntabilitas publik. Kenyataan ini menuntut adanya upaya – upaya yang sisteatis dan koprehensif untuk mengatsi berbagai kelemahan dan permasalahan yang ada pada birokrasi pemerintah agar clean government dapat terwujud.

0 komentar:

Posting Komentar