Sejak belantera Jepang berkuasa di
Indonesia pada tanggal 7 Maret 1942,Indonesia dibagi dalam 3 bagian, yakni :
a. Jawa
dan Madura yang ditaruh di bawah
Jepang pemerintahan komando dan
belantentara Jepang ke 16 yang berkendudukan di Jakarta.
b. Sumatra
yang ditaruh di bawah pemerintahan komandan balatentara Jepang ke 25 yang
berkedudukan di Bukittinggi dan
c. Kepulauan-kepulauan
lain dari Indonesia,di bawah pemerintahan Angkatan Laut ( Kaigun ) Jepang, yang
berkedudukan di Ujungpandang, dahulu Makasar
Keterangan tentang sistem pemerintahan
yang dipakai oleh balatentara Jepang, hanya didapatkan di Jawa. Hal ini tidak
mengherankan, karena pada masa pemerintahan Hindia Belanda dahulu. Jawalah yang
mempunyai organisasi departemental,sedang di Bukittinggi atau di Ujungpandang
hanya didapatkan suatu organisasi gewestelijk saja.
Untuk mencegah timbul suatu vacuum
pemerintahan,maka dalam pasal 3 Osamu Seirei 1942 No.1 ditentukan,bahwa semua badan
pemerintahan dan ke kuasaannya,hokum dan undang-undang dari pemerintah yang
dahulu ( pemerintah Hindia Belanda ) tetap diakui sah untuk sementara
waktu,asal tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer.
Komando belatentara Jepang ke XVI yang
berkedudukan di Jakarta dimaksud di atas ialah Gunseireikan : nama jabatan itu
sejak tanggail 1 September 1943 diganti dengan nama Seiko Sirikan. Ia memegang
kekuasaan pemerintah militer tertinngi di Jawa dan Madura dan ia memegang pula
kekuasaan yang dahulu ditangan Gurbenur Jenderal Hindia Belanda
Sejak tanggal 8 Agustus 1942 seluruh
Jawa dan Madura, kecuali Kooti ( Vorstenlanden ) Surakarta dan
Yogyakarta,secara administrative dibagi dalam :
a. Syuu,
( yang dapat disamakan dengan Gewest dahulu ) syuu dibagi dalam Ken dan Si
b. Ken
dan Si ( yang masing-masing dapat disamakan dengan Regentschap atau Kabupaten
dan Standsgemeente dahulu )
c. Gun
( yang dapat disamakan dengan Distric atau Kawendanan dahulu )
d. Son
( yang dapat disamakan dengan Onderdistrict atau kecamatan dahulu )
e. Ku
( yang dapat disamakan dengan
Indonesische Gemeente atau desa dahulu )
Desa pembangunan di atas tampaklah bahwa
Provincie sebagai daerah otonom tidak dilangsungkan.
Keadaan demikian tidak dilangsungkan
oleh pemerintah balatentara Jepang dan kedudukan Wali kota menjadi duatis
seperti kedudukan Bupati. Dengan demikian,maka :
a. Wali
kota selain mengurus urusan rumah tangga sertantra SI,ia mengurus pula urusan
Pamong Praja di dalam Si tersebut
b. Secara
administrasi,Si tidak lagi sebagai wilayah jabatan Ken-co sebagao organ
pemerintah Pusat dari Ken yang melingkari wilayah tersebut.tetapi menjadi
wilayah sico itu sendiri dalam kedudukan sebagai organ Pemerintah Pusat
c. Urusan
pemerintahan yang daahulu diurus oleh Regent.
Mengenai Si dapatlah ditambahkan di
sini, bahwa Si yang ditunjuk oleh Gunseikan ( pembesar Pemerintah Balatentara
Jepang ) yang dinamakan TOKOSUTBESI dan kepalanya disebut TOKOBETSUSICO.
TOKOBETSU Artinya luar ” biasa “ sehingga tokobetsu itu bearti biasa atau
istimewa.
Kedudukan Tokobetsu Sico sebagai kepala
administrasi dalah sama dengan kedudukan Syuucokan. Mereka langsung dari
gunseikan sedang konco dan sico diawasi pada instansi pertama oleh Syuuncokan
dan pada instansi kedua oleh Gunseikan.
Pada masa pemerintah Hindia Belanda
tidak dilangsungkan oleh pemerintah balatentara. Dengan demikian masimg-masing
daerah itu berhak mengatur rumah tangga tangga sendiri.
Dan pada pemerintah Jepang daerah hanya
terdiri dari kepala daerah saja. Jadi demokrasi pemerintah Jepang dapat
dihapus. Dalam penjelasannya bahwa pemerintah Ken dan Si diubah sifatnya dengan maksud agar daerah itu
dapat bekerja dengan sebaik-baiknya yaitu dengan menghapuskan sifat dahulu yang
bermain demokrasi dan kemerdekaan yang berbicara. Dengan dihapuskannya
demokrasi dalam pemerintah daerah harus dihubungkan debgan keadaan perang yang
dahsyat yang pada waktu itu belun selesai.dalam keadaan yang sangat gawat inilahtepat mungkin dapat teh
kita dapat mengerti bahwa pada umumnya orang yang menghendaki gerak cepat dan
tepat, mungkin dapat terganngu dan terlambat apabila pemerintah didemokratisi.
Dihilangkan demokratisi tidak bearti
bahwa pada masa pemerintahan jepang tidak mengadakan sentralisasi.bahwa
dilakukan segala kewenangan DPR dan
DPRD merupakan dekonsentrasi,sebab Ken
dan Si dan Tokobetsu masing-masing tetap merupakan badan hokum yang mengatur
dan mengurus rumah tangga mereka sendiri. Segala tindakan kepala daerah dalam
melaksanakan urusan swatantra dan
sertantra.dan menurut pendapat kami tidak dilakukannya dalam kedudukan sebagai
organ dari pemerintah pusat,akan tetapi sebagai organ dari Daerah awatantra
yang dipimpinnya. Sebaliknya irusan pamong praja yang dilakukan olek kepala
daerah wewenangnya berasal dari dekonsentrasi oleh pemerintah pusat kepada
bawahannya.sehingga dengan demikian tindakan yang ada dalam pemerintah sentarl
yang dilakukan oleh Kepala Daerah sebagai organ dari pemerintah Pusat di
daerah. Sebagai yang telah diuraikan maka bedasarkan pasal 3 Undang-undang (
Osomu seire ) tanggal 7 Maret 1942 no . 27 juncto pasal 4 dan pasal tambahan
dari undang – undang tanggal 5 Agustus 1942 no.27 aturan pemerintah dahulu yang
ditetapkan untuk Regentschap dan Stadgemeente dan berlaku juga buat Ken dan Si.
Perubahan penting yang pertama-tama diadakan dengan Osumu Seurei tanggal 29
April 1943 no. 12 adalah Osamu Seirei dengan nama Undang-undang untuk sementara
waktu tentang Ken dan Si. Yang dimaksud dengan Ken dan Si adalah sebagaai badan
daerah yang mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri jadi bukan Ken dan si
sebagai wilayah administrasi. Ken dan Si itu mengurus pekerjaan umum di
daerahnya, mengurus pekerjaan Ken dan Si yang ditetapkan dengan undang-undang
dibawah pengawasan kantor pemerintah yang mengurus hal pemerintahan daerah,tang
sesuai dengan maksud dan tujuan pemerintahan belatentara jepang yang
sebenarnya.d
Alam hal mengawasi Ken dan Sihak-hak
yang dipegang oleh Gouverneur Geneeral Provinciale Raad,college van
gedeputeerden yang dahulu dilakukan oleh Syuunco. Pengawasan itu sudah tentu
meliputi semua hal baik yang merupakan bersifat preventif maupun represif.
Sebagai diketahui pengawasan preventive dilakukan sebelum suatu keputusan
termasuk peraturan daerah.mulai berlakunya ujud dari pengawasan represif dpat
dilakukan pada setiap saat adapun ujud dari pengawasan represif adalah
mambatalkan atau menaguhkan. Dan pada masa pemerintah hindia belanda dahulu
yang berwenang untuk menjalankan pengawasan represif khususnya pembatalan ialah
GOURVERNEUR GENERAl
College
van geoomitterdam ju sebagai telah
diwenangkan untuk membatalkan akan tetapi hanya pada keputusan desa yang
dianggap bertentangan dengan kepetingan umum dengan peraturan yang lebih tinggi
tingkatannya. Dengan demikian jelaslah bahwa wewenang Syuuncokan dalam bidang
pengawasan pada Ken dan Si sangat besar. Kekuasaan itu semula berdasar Osamu
Seire tanggal 7 Maret 1942 no. 1 dan 2 beralih dari Gourverneur Geneeral kepada
Seikooo Sikikan,akan tetapi kemudian dalam mengawasi Ken dan Si. Salah satu
wewenang yang penting dari Ken dan Si ialah wewenang un tuk membuat peraturan
daerah. Di dalam pasal 55 sampai dengan 69 dan di dalam
Standsgemeemteordonnnantie dalam pasal 74
sampai dengan 85 meliputi antara lain wewenang untuk mengadakan
peraturan pajak daerah dan peraturan yang membuat ancaman pidana.ketentuan itu
tidak berlaku sejak saat mulaiberlaku Osamu Seire tanggal 29 April 1943 yang
berisi ketentuan baru tentang Ken dan Si. Dari ketentuan tersebut diatas
mengenai hukuman Ken dan Si dapat diambil kesimpulan bahwa hukuman itu sedikit
banyak mempunyai sifat denda fiscal,sedang wewenang untuk memberi ancaman
pidana kepada mereka yang melanggar ketentuan dalam suatu peraturan Ken dan Si.
Untuk melengkapi uraian diatas tentang
masa pemerintah belatentara di jepang dapat ditambahkan disini bahwa pada tahun
1943 dibentuklah dewan-dewan yang disebut Cuo Sangiin termasuk dalam Osamu
Seire. Kemurahan hati pemerintah belatentara jepang itu menilik penjelasan yang
diucapkan oleh Somubuco yang dikatakan bahwa diadakannya Cuo Sangi In di tiap
Syuu Dan Tokubetsu untuk menyambut kegiatan dan keikhlasan segenap rakyat jawa
lagi pula kerena mempercayai kesanggupan. Kesanggupan itu dikembangkan
sepenuhnya di tiap lapangan serta untuk membuka jalan supaya kehendak
pemerintah disampaikan kepada rakyat dan sebaliknya di kalangan rakyat
disampaikan kepad pemerintah.
Dengan demikian maka badan tersebut
melaksanakan apa yamng tercantum dalam Osamu Seire maengenai badan penasehat
yang mendapingi penjabat jepang dan berkewajiban menjawab pertanyaan dari
penjabat jepang dan mengajukan usulan kepada pemerintah jepang.
Di dalam pratek tampak badan-badan
tersebut tidak dapat berfungsi sebagai
yang dimaksud di atas karena pda umumnya orang tidak berani menyatakan pendapat
yang sesungguhnya hal itu dapat
dimengerti karena keadaan pada wakti itu sangat gawat
0 komentar:
Posting Komentar