Selasa, 01 April 2014

DESENTRALISASI TERITORIAL DI INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN BELATENTARA JEPANG



Sejak belantera Jepang berkuasa di Indonesia pada tanggal 7 Maret 1942,Indonesia dibagi dalam 3 bagian, yakni :
a.       Jawa dan Madura yang ditaruh di bawah  Jepang  pemerintahan komando dan belantentara Jepang ke 16 yang berkendudukan di Jakarta.
b.      Sumatra yang ditaruh di bawah pemerintahan komandan balatentara Jepang ke 25 yang berkedudukan di Bukittinggi dan
c.       Kepulauan-kepulauan lain dari Indonesia,di bawah pemerintahan Angkatan Laut ( Kaigun ) Jepang, yang berkedudukan di Ujungpandang, dahulu Makasar
Keterangan tentang sistem pemerintahan yang dipakai oleh balatentara Jepang, hanya didapatkan di Jawa. Hal ini tidak mengherankan, karena pada masa pemerintahan Hindia Belanda dahulu. Jawalah yang mempunyai organisasi departemental,sedang di Bukittinggi atau di Ujungpandang hanya didapatkan suatu organisasi gewestelijk saja.
Untuk mencegah timbul suatu vacuum pemerintahan,maka dalam pasal 3 Osamu Seirei 1942 No.1 ditentukan,bahwa semua badan pemerintahan dan ke kuasaannya,hokum dan undang-undang dari pemerintah yang dahulu ( pemerintah Hindia Belanda ) tetap diakui sah untuk sementara waktu,asal tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer.
Komando belatentara Jepang ke XVI yang berkedudukan di Jakarta dimaksud di atas ialah Gunseireikan : nama jabatan itu sejak tanggail 1 September 1943 diganti dengan nama Seiko Sirikan. Ia memegang kekuasaan pemerintah militer tertinngi di Jawa dan Madura dan ia memegang pula kekuasaan yang dahulu ditangan Gurbenur Jenderal Hindia Belanda
Sejak tanggal 8 Agustus 1942 seluruh Jawa dan Madura, kecuali Kooti ( Vorstenlanden ) Surakarta dan Yogyakarta,secara administrative dibagi dalam :
a.       Syuu, ( yang dapat disamakan dengan Gewest dahulu ) syuu dibagi dalam Ken dan Si
b.      Ken dan Si ( yang masing-masing dapat disamakan dengan Regentschap atau Kabupaten dan Standsgemeente dahulu )
c.       Gun ( yang dapat disamakan dengan Distric atau Kawendanan dahulu )
d.      Son ( yang dapat disamakan dengan Onderdistrict atau kecamatan dahulu )
e.       Ku ( yang dapat disamakan  dengan Indonesische Gemeente atau desa dahulu )
Desa pembangunan di atas tampaklah bahwa Provincie sebagai daerah otonom tidak dilangsungkan.
Keadaan demikian tidak dilangsungkan oleh pemerintah balatentara Jepang dan kedudukan Wali kota menjadi duatis seperti kedudukan Bupati. Dengan demikian,maka :
a.       Wali kota selain mengurus urusan rumah tangga sertantra SI,ia mengurus pula urusan Pamong Praja di dalam Si tersebut
b.      Secara administrasi,Si tidak lagi sebagai wilayah jabatan Ken-co sebagao organ pemerintah Pusat dari Ken yang melingkari wilayah tersebut.tetapi menjadi wilayah sico itu sendiri dalam kedudukan sebagai organ Pemerintah Pusat
c.       Urusan pemerintahan yang daahulu diurus oleh Regent.
Mengenai Si dapatlah ditambahkan di sini, bahwa Si yang ditunjuk oleh Gunseikan ( pembesar Pemerintah Balatentara Jepang ) yang dinamakan TOKOSUTBESI dan kepalanya disebut TOKOBETSUSICO. TOKOBETSU Artinya luar ” biasa “ sehingga tokobetsu itu bearti biasa atau istimewa.
Kedudukan Tokobetsu Sico sebagai kepala administrasi dalah sama dengan kedudukan Syuucokan. Mereka langsung dari gunseikan sedang konco dan sico diawasi pada instansi pertama oleh Syuuncokan dan pada instansi kedua oleh Gunseikan.
Pada masa pemerintah Hindia Belanda tidak dilangsungkan oleh pemerintah balatentara. Dengan demikian masimg-masing daerah itu berhak mengatur rumah tangga tangga sendiri.
Dan pada pemerintah Jepang daerah hanya terdiri dari kepala daerah saja. Jadi demokrasi pemerintah Jepang dapat dihapus. Dalam penjelasannya bahwa pemerintah Ken dan Si  diubah sifatnya dengan maksud agar daerah itu dapat bekerja dengan sebaik-baiknya yaitu dengan menghapuskan sifat dahulu yang bermain demokrasi dan kemerdekaan yang berbicara. Dengan dihapuskannya demokrasi dalam pemerintah daerah harus dihubungkan debgan keadaan perang yang dahsyat yang pada waktu itu belun selesai.dalam keadaan yang  sangat gawat inilahtepat mungkin dapat teh kita dapat mengerti bahwa pada umumnya orang yang menghendaki gerak cepat dan tepat, mungkin dapat terganngu dan terlambat apabila pemerintah didemokratisi. Dihilangkan demokratisi tidak bearti  bahwa pada masa pemerintahan jepang tidak mengadakan sentralisasi.bahwa dilakukan segala kewenangan  DPR dan DPRD  merupakan dekonsentrasi,sebab Ken dan Si dan Tokobetsu masing-masing tetap merupakan badan hokum yang mengatur dan mengurus rumah tangga mereka sendiri. Segala tindakan kepala daerah dalam melaksanakan  urusan swatantra dan sertantra.dan menurut pendapat kami tidak dilakukannya dalam kedudukan sebagai organ dari pemerintah pusat,akan tetapi sebagai organ dari Daerah awatantra yang dipimpinnya. Sebaliknya irusan pamong praja yang dilakukan olek kepala daerah wewenangnya berasal dari dekonsentrasi oleh pemerintah pusat kepada bawahannya.sehingga dengan demikian tindakan yang ada dalam pemerintah sentarl yang dilakukan oleh Kepala Daerah sebagai organ dari pemerintah Pusat di daerah. Sebagai yang telah diuraikan maka bedasarkan pasal 3 Undang-undang ( Osomu seire ) tanggal 7 Maret 1942 no . 27 juncto pasal 4 dan pasal tambahan dari undang – undang tanggal 5 Agustus 1942 no.27 aturan pemerintah dahulu yang ditetapkan untuk Regentschap dan Stadgemeente dan berlaku juga buat Ken dan Si. Perubahan penting yang pertama-tama diadakan dengan Osumu Seurei tanggal 29 April 1943 no. 12 adalah Osamu Seirei dengan nama Undang-undang untuk sementara waktu tentang Ken dan Si. Yang dimaksud dengan Ken dan Si adalah sebagaai badan daerah yang mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri jadi bukan Ken dan si sebagai wilayah administrasi. Ken dan Si itu mengurus pekerjaan umum di daerahnya, mengurus pekerjaan Ken dan Si yang ditetapkan dengan undang-undang dibawah pengawasan kantor pemerintah yang mengurus hal pemerintahan daerah,tang sesuai dengan maksud dan tujuan pemerintahan belatentara jepang yang sebenarnya.d
Alam hal mengawasi Ken dan Sihak-hak yang dipegang oleh Gouverneur Geneeral Provinciale Raad,college van gedeputeerden yang dahulu dilakukan oleh Syuunco. Pengawasan itu sudah tentu meliputi semua hal baik yang merupakan bersifat preventif maupun represif. Sebagai diketahui pengawasan preventive dilakukan sebelum suatu keputusan termasuk peraturan daerah.mulai berlakunya ujud dari pengawasan represif dpat dilakukan pada setiap saat adapun ujud dari pengawasan represif adalah mambatalkan atau menaguhkan. Dan pada masa pemerintah hindia belanda dahulu yang berwenang untuk menjalankan pengawasan represif khususnya pembatalan ialah GOURVERNEUR GENERAl
College  van geoomitterdam ju sebagai telah  diwenangkan untuk membatalkan akan tetapi hanya pada keputusan desa yang dianggap bertentangan dengan kepetingan umum dengan peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan demikian jelaslah bahwa wewenang Syuuncokan dalam bidang pengawasan pada Ken dan Si sangat besar. Kekuasaan itu semula berdasar Osamu Seire tanggal 7 Maret 1942 no. 1 dan 2 beralih dari Gourverneur Geneeral kepada Seikooo Sikikan,akan tetapi kemudian dalam mengawasi Ken dan Si. Salah satu wewenang yang penting dari Ken dan Si ialah wewenang un tuk membuat peraturan daerah. Di dalam pasal 55 sampai dengan 69 dan di dalam Standsgemeemteordonnnantie dalam pasal 74  sampai dengan 85 meliputi antara lain wewenang untuk mengadakan peraturan pajak daerah dan peraturan yang membuat ancaman pidana.ketentuan itu tidak berlaku sejak saat mulaiberlaku Osamu Seire tanggal 29 April 1943 yang berisi ketentuan baru tentang Ken dan Si. Dari ketentuan tersebut diatas mengenai hukuman Ken dan Si dapat diambil kesimpulan bahwa hukuman itu sedikit banyak mempunyai sifat denda fiscal,sedang wewenang untuk memberi ancaman pidana kepada mereka yang melanggar ketentuan dalam suatu peraturan Ken dan Si.
Untuk melengkapi uraian diatas tentang masa pemerintah belatentara di jepang dapat ditambahkan disini bahwa pada tahun 1943 dibentuklah dewan-dewan yang disebut Cuo Sangiin termasuk dalam Osamu Seire. Kemurahan hati pemerintah belatentara jepang itu menilik penjelasan yang diucapkan oleh Somubuco yang dikatakan bahwa diadakannya Cuo Sangi In di tiap Syuu Dan Tokubetsu untuk menyambut kegiatan dan keikhlasan segenap rakyat jawa lagi pula kerena mempercayai kesanggupan. Kesanggupan itu dikembangkan sepenuhnya di tiap lapangan serta untuk membuka jalan supaya kehendak pemerintah disampaikan kepada rakyat dan sebaliknya di kalangan rakyat disampaikan kepad pemerintah.
Dengan demikian maka badan tersebut melaksanakan apa yamng tercantum dalam Osamu Seire maengenai badan penasehat yang mendapingi penjabat jepang dan berkewajiban menjawab pertanyaan dari penjabat jepang dan mengajukan usulan kepada pemerintah jepang.
Di dalam pratek tampak badan-badan tersebut tidak dapat berfungsi  sebagai yang dimaksud di atas karena pda umumnya orang tidak berani menyatakan pendapat yang sesungguhnya hal itu  dapat dimengerti karena keadaan pada wakti itu sangat gawat

0 komentar:

Posting Komentar