Struktur masyarakat Indonesia yang plural dan bersifat
multi-dimensional menimbulkan persoalan tentang bagaimana masyarakat Indonesia
terintegrasi pada tingkat nasional baik secara horizontal maupun vertikal.
Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk memiliki karakteristik dimana
terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkali
memiliki kebudayaan atau sub-kebudayaan yang berbeda-beda. Dilihat dari hal
tersebut maka muncullah pertanyaan bagaimana masyarakat yang majemuk dapat
bertahan dalam waktu yang panjang? jika ditelaah melalui pendekatan konflik,
suatu masyarakat yang majemuk terintegrasi diatas paksaan (coercion) dari suatu
kelompok atau kesatuan social yang dominan atas kelompok-kelompok social yang
lain. Sedangkan menurut pandangan dari pendekatan fungsional, factor yang
mengintegrasi masyarakat Indonesia adalah berupa kesepakatan para warga
masyarakat Indonesia akan nilai-nilai umum tertentu.
Factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya integrasi dalam
masyarakat Indonesia antara lain pengakuan sumpah pemuda sebagai hasil dari
gerakan nasionalisme dan jugapancasila telah menjadi factor yang
mengintegrasikan masyarakat Indonesia. Sifat majemuk masyarakat Indonesia
memang telah menjadi sebab dan kondisi bagi timbulnya konflik-konflik social
yang sedikit banyak bersifat visious circle dan yang oleh karena itu mendorong
tumbuhnya proses integrasi social atas landasan kekerasan (coercion). Namun di
sisi lain proses integrasi tersebut juga terjadi diatas landasan consensus
bangsa Indonesia mengenai nilai-nilai fundamental tertentu.
Menurut
Van den Berge, ada beberapa karakteristik masyarakt majemuk, yaitu:
1. Terjadinya
segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkali memiliki
kebudayaan, atau lebih tepatnya sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2. Memiliki
struktur sosial yang terbagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat
non-komplementer.
3. Kurang
mengembangkan konsensus diantara anggota masyarakat terhadap nilai-nilai yang
bersifat fundamental.
4. Secara
relatif sering terjadi konflik di antara satu kesatuan sosial dengan kelompok
lain.
5. Secara
relatif integrasi terjadi atas paksaan (coercion)
dan saling ketergantungan dibidang ekonomi.
6. Adanya
dominasi suatu kelompok terhadap kelompok-kelompok lain.
sifat
masyarakat majemuk menurut para penganut pendekatan fungsionalisme struktural
dapat menyebabkan terjadinya integrasi sosial. Namun juga dapat menimbulkan
konflik-konflik diantara kesatuan-kesatuan sosial tersebut. Dalam hal ini
terdapat dua macam konflik yang mungkin bisa terjadi, yaitu:
1. Konflik
di dalam tingkatnya yang bersifat ideologis. Konflik yang bersifat ideologis
terwujud dalam bentuk konflik antara sistem-nilai yang dianut oleh serta
menjadi ideologi dari berbagai kesatuan sosial.
2. Konflik
yang bersifat politis, ini terjadi dalam bentuk pertentangan dalam pembagian
kekuasaan, dan sumber-sumber ekonomi
yang terbatas adanya di dalam masyarakat.
Integrasi sosial
Secara arti kata
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang
berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Dalam hal ini integrasi sosial dimaknai
sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam
kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang
memilki keserasian fungsi.
Sedangkan definisi lain dari integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Sehingga integrasi memiliki dua pengertian, yaitu :
- Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu.
- Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Dalam pengertian sempit integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan, berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi.
Dalam hal ini terjadi kerja sama, akomodasi, asimilasi dan berkuranmgnya sikap-sikap prasangka di antara anggota msyarakat secara keseluruhan. Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik, dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem yang tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena itu untuk mewujudkan integrasi bangsa pada bangsa yang majemuk dilakukan dengan mengatasi atau mengurangi prasangka
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme integrasi sosial dalam masyarakat senantiasa terkait dengan dua landasan berikut :
- Suatu masyarakat senantiasa
terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar
anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental
(mendasar)
- Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Sehingga definisi dari integrasi sosial dalam masyarakat dapat diartikan sebagai kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan, berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi. Dalam hal ini terjadi kerja sama, akomodasi, asimilasi dan berkuranmgnya sikap-sikap prasangka di antara anggota msyarakat secara keseluruhan.
Integrasi Nasional
Integrasi nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan bangsa yang sangat besar baik dari kebudayaan ataupun wilayahnya. Di satu sisi hal ini membawa dampak positif bagi bangsa karena kita bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia secara bijak atau mengelola budaya budaya yang melimpah untuk kesejahteraan rakyat, namun selain menimbulkan sebuah keuntungan, hal ini juga akhirnya menimbulkan masalah yang baru. Kita ketahui dengan wilayah dan budaya yang melimpah itu akan menghasilkan karakter atau manusia manusia yang berbeda pula sehingga dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
Menurut
pendapat R. William Liddle suatu integrasi nasional yang tangguh hanya dapat
berkembanag apabila:
1. Sebagian
besar anggota suatu masyaraakat bangsa sepakat atas batas-batas teritoral dari
negara sebagai suatu kehidupan politik dalam mana mereka menjadi warganya.
2. Apabila
sebagian besar anggota masyarakat tersebut bersepakat mengenai struktur
pemerintahan dan aturan-aturan daripada proses politik yang berlaku bagi
seluruh masyarakat di atas wilayah tersebut.
3. Berdasarkan
pendapat Liddle, menurut Nasikun, itu artinya suatu integrasi nasional yang
tangguh hanya akan berkembang di atas konsensus
nasional mengenai batas-batas
suatu masyarakat politik dan sistem poltik yang berlaku bagi seluruh
masyarakat tersebut. Yang pertama, merupakan kesadaran sejumlah orang bahwa
nereka bersama-sama merupakan warga dari suatu bangsa, sedangkan yang kedua
merupakan konsensus nasioanal mengenai bagaimana suatu kehidupan bersama
sebagai suatu bangsa hrus diwujudkan atau diselenggarakan, suatu konsensus
nasioan mengenai “sistem nilai” yang akan mendasari hubungan-hubungan sosial di
antara para anggota masyarakat bangsa. Menurut Max Weber sistem nilai merupakan
dasar pengesahan (legitimacy)
daripada struktur kekuasaan (authority)
suatu masyaraakat.
Faktor-faktor
pendorong integrasi nasional sebagai berikut:
1. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
2. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
3. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
4. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
5. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
Faktor-faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut:
1. Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
1. Faktor sejarah yang menimbulkan rasa senasib dan seperjuangan.
2. Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
3. Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa Indonesia, sebagaimana dibuktikan perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
4. Rasa rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang gugur di medan perjuangan.
5. Kesepakatan atau konsensus nasional dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
Faktor-faktor penghambat integrasi nasional sebagai berikut:
1. Masyarakat Indonesia yang heterogen (beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
2. Wilayah negara
yang begitu luas, terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan
luas.
3. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
4. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
5. Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
3. Besarnya kemungkinan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
4. Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa.
5. Adanya paham “etnosentrisme” di antara beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
0 komentar:
Posting Komentar