Sinopsis Buku:
PERNAHKAH ANDA MENYADARI, DARI BANGUN TIDUR, BERAKTIVITAS, HINGGA TIDUR LAGI, SEMUANYA TELAHDIKUASAI PERUSAHAAN ASING?
Dari mulai minum Aqua (74 persen sahamnya dikuasai Danone, Prancis), atau minum teh Sariwangi (100 persen milik Unilever, Inggris), minum susu SGM (82 persen dikuasai Numico, Belanda), mandi dengan Lux, sikat gigi pakai Pepsodent (Unilever), merokok Sampoerna (97 persen milik Philips Morris, AS).
Mau belanja ke supermarket Carrefour (Prancis), Alfa pun sudah jadi milik Carrefour dengan penguasaan 75 persen. Atau mau ke Giant (milik Dairy Farm Internasional, Malaysia, yang juga pemilik saham di supermarket Hero).
Mau menabung atau mengambil uang di BCA, Danamon, BII, Bank Niaga, dan bank swasta nasional lainnya, hampir semua bank ini sudah milik perusahaan asing. Bangun rumah pakai semen Tiga Roda (Heidelberg, Jerman), Semen Gresik (Cemex, Meksiko), Semen Cibinong (Holchim, Swiss).
Kalau mau disebut satu per satu ketergantungan kita terhadap perusahaan asing tentunya bakal panjang daftarnya, dan memalukan.
Buku ini membedah akar persoalan cengkeraman asing itu sembari memberi solusi atas apa yang mesti kita lakukan, terutama pemerintah, untuk menjadi tuan di negeri kita sendiri.
“Buku ini menyajikan fakta yang mencengangkan. Kekayaan dan potensi negara yang berlimpah dan selalu kita banggakan ternyata lebih banyak dinikmati bangsa asing.”
—Wasis Wibowo, Wartawan Koran SINDO
“Lewat riset dan kompilasi datanya yang mumpuni, buku ini membuka wajah asli perekonomian Indonesia sekaligus menunjukkan kebijakan ekonomi yang mesti diawasi agar tak jadi miskin di negeri sendiri.”
—Oktamandjaya Wiguna, Wartawan Koran Tempo
“Malu kita sebagai bangsa yang bermartabat selalu di bawah cengkeraman asing. Bukan bangsa Indonesia jika tidak bisa melawan kolonialisme gaya baru berkedok pembangunan ekonomi. Untuk masa depan yang lebih baik, bangsa ini butuh pemimpin yang mampu menegakkan kemandirian.”
—Tri Soekarno Agung, mantan Pemimpin Redaksi Rakyat Merdeka Online
Dari mulai minum Aqua (74 persen sahamnya dikuasai Danone, Prancis), atau minum teh Sariwangi (100 persen milik Unilever, Inggris), minum susu SGM (82 persen dikuasai Numico, Belanda), mandi dengan Lux, sikat gigi pakai Pepsodent (Unilever), merokok Sampoerna (97 persen milik Philips Morris, AS).
Mau belanja ke supermarket Carrefour (Prancis), Alfa pun sudah jadi milik Carrefour dengan penguasaan 75 persen. Atau mau ke Giant (milik Dairy Farm Internasional, Malaysia, yang juga pemilik saham di supermarket Hero).
Mau menabung atau mengambil uang di BCA, Danamon, BII, Bank Niaga, dan bank swasta nasional lainnya, hampir semua bank ini sudah milik perusahaan asing. Bangun rumah pakai semen Tiga Roda (Heidelberg, Jerman), Semen Gresik (Cemex, Meksiko), Semen Cibinong (Holchim, Swiss).
Kalau mau disebut satu per satu ketergantungan kita terhadap perusahaan asing tentunya bakal panjang daftarnya, dan memalukan.
Buku ini membedah akar persoalan cengkeraman asing itu sembari memberi solusi atas apa yang mesti kita lakukan, terutama pemerintah, untuk menjadi tuan di negeri kita sendiri.
“Buku ini menyajikan fakta yang mencengangkan. Kekayaan dan potensi negara yang berlimpah dan selalu kita banggakan ternyata lebih banyak dinikmati bangsa asing.”
—Wasis Wibowo, Wartawan Koran SINDO
“Lewat riset dan kompilasi datanya yang mumpuni, buku ini membuka wajah asli perekonomian Indonesia sekaligus menunjukkan kebijakan ekonomi yang mesti diawasi agar tak jadi miskin di negeri sendiri.”
—Oktamandjaya Wiguna, Wartawan Koran Tempo
“Malu kita sebagai bangsa yang bermartabat selalu di bawah cengkeraman asing. Bukan bangsa Indonesia jika tidak bisa melawan kolonialisme gaya baru berkedok pembangunan ekonomi. Untuk masa depan yang lebih baik, bangsa ini butuh pemimpin yang mampu menegakkan kemandirian.”
—Tri Soekarno Agung, mantan Pemimpin Redaksi Rakyat Merdeka Online
0 komentar:
Posting Komentar