Selasa, 01 April 2014

goverment to Governance



Baiklah, kali ini kita akan sedikit serius mengupas tentang salah satu pergeseran paradigma Ilmu Administrasi Negara/Publik atau Manajemen dan Kebijakan Publik, yakni tentang bergesernya paradigma goverment (Pemerintah-sentris) ke Governance. Silahkan disimak J
Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan publik, sudah bukan lagi menjadi rahasia jika pemerintah melalui konseps government-nya selalu berusaha menjadi satu-satunya provider kebutuhan publik dan berusaha menjangkau semua aspek kehidupan masyarakat. Namun dinamika ekonomi, politik, dan budaya yang semakin tinggi menyebabkan kompleksitas persoalan publik juga semakin meningkat. Hal ini menjadikan pemerintah ‘kelabakan’ dalam upaya menjawab semua kebutuhan masyarakat. Jika dipaksakan untuk tetap menjadi satu-satunya provider yang melayani kebutuhan publik di semua lini, bisa jadi hasilnya akan semakin jauh dari yang diharapkan. Maka akan lahir ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintah. Pemusatan urusan pelayanan publik oleh pemerintah di semua masalah publik/kemasyarakatan juga dapat menenggelamkan potensi masyarakat sipil dan pasar untuk turut serta menjawab kebutuhan publik.
Kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks membuat negara tidak mampu untuk menjadi satu-satunya provider pelayanan publik. Kebutuhan publik yang tidak juga dipenuhi pemerintah dengan baik ini semakin kuat mendorong masyarakat sipil dan pasar untuk turut serta menjawab permasalahan tersebut. Di dekade terakhir ini kapasitas masyarakat sipil dan pasar untuk menjawab kebutuhan masyarakat semakin tinggi. Ditambah dengan tuntutan demokratisasi yang semakin mendorong masyarakat sipil dan pasar ‘memaksa’ untuk turut serta dalam memenuhi kebutuhan publik. Akibatnya, banyak kebutuhan masyarakat sebagai kolektivitas seperti barang-barang publik dan semi-publik, yang kemudian diselenggarakan oleh lembaga non-pemerintah. Semakin banyak kegiatan yang dulunya dikelola oleh lembaga pemerintah kemudian diselenggarakan oleh lembaga non-pemerintah membuat Ilmu Administrasi Publik dalam konsep government menjadi kurang relevan (Dwiyanto, 2004:8-10).
Untuk menjawab permasalahan tersebut lahirlah sebuah upaya dan pemikiran yang mencoba membawa Ilmu Administrasi Publik tetap relevan dalam menjawab permasalahan tersebut. Intinya tentu tidak lagi memposisikan administrasi publik sebagai administrasi pemerintahan. Munculah sejumlah paradigma dan gerakan baru yang mencoba untuk mengurangi dominasi negara, seperti demokratisasi, desentralisasi, debirokratisasi, deregulasi, privatisasi, depemerintahanisasi menurut Dwiyanto, minimal state menurut Rhodes, dan lain sebagainya (Wicaksono, ). Hal inilah yang kemudian memunculkan sebuah konsep pemerintahan baru, yakni governance, dimana pemerintah tidak sekedar dimaknai sebagai lembaga, tetapi proses memerintah (governing) yang dilakukan secara kolaboratif antara lembaga pemerintah, semi pemerintah, dan non-pemerintah seperti LSM dan institusi swasta yang berlangsung secara balance dan partisipatif (Wibawa, 2006:78).
Wibawa menerjemahkan governance menunjuk pada pengertian kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance menekankan pada pelaksanaan fungsi governing secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi-institusi lain, yaitu LSM, perusahaan swasta maupun warga negara (Wibawa, 2006:77).
Konsep governance secara lengkap antara lain dirumuskan oleh United Nations Development Programe (UNDP) seperti yang penulis kutip dibawah ini:
Governance as the exercise of political, economic and administrative authority to manage a society’s affairs. This broad concept encompasses the organizational structures and activities of central, regional and local government, the parliament, the judiciary, and the institutions, organizations, and individuals that constitute civil society and the private sector. This concept of governance stresses the nature of quality of interacting among social actors and between social actors and state (dalam Wicaksono, 2004:23).
Perubahan paradigma dari government ke governance tentunya memiliki implikasi pada perubahan peranan suatu negara terutama pada hal pelayanan publik (Bevir, 2007:364). Perubahan yang dimaksud adalah perubahan dari hierarki birokrasi menuju debirokratisasi. Artinya, negara tidak lagi memonopoli praktek penyelenggaraan layanan publik akan tetapi ada mekanisme pasar dan civil society yang turut serta. Lebih lanjut menurut Wibawa negara harus melibatkan semua pilar masyarakat bukan hanya dalam penyelenggaraan layanan publik, tetapi juga dalam proses kebijakan mulai dari formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan, sampai kepada penyelenggaraan layanan publik (Wibawa, 2006:78-79).
Jadi memahami Ilmu Administrasi Publik dalam studi governance maka memahami pula bahwa ketergantungan negara kepada lembaga lain akan semakin besar yang sejalan dengan permasalah publik yang terus berkembang. Hal senada diungkapkan Bevir seperti penulis kutip di bawah ini:
governance expresses a widespread belief that the state increasingly depends on other organizations to secure its itentions, deliver its policies, and establish a pattern of rule (Bevir, loc. Cit).
Tumbuhnya civil society menjadi hal yang ‘wajib’ dalam upaya menuju perwujudan governance.

0 komentar:

Posting Komentar