Judul buku : Teknik Praktis Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah
Pengarang : Prof.sjafrizal
Penerbit : Baduose Media
Tahun terbit : oktober 2009
Jumlah halm : 334
Ketebalan : 3cm
Ilmu
perencanaan pembangunan berkembang sudah sejak lama, namun setelah terjadinya
perang dunia II usai, perencanaan pembangunan mulai dipelajari lebih serius.
Pada saat itu ada dua kelompok negara berkeinginan untuk memacu proses
pembangunan negara secepat mungkin. Kelompok pertama adalah negara yang kalah
dalam perang tersebut seperti Jerman, Itali dan Jepang yang ingin segera
membangun negara kembali dari puing-puing akibat peperangan. Kelompok kedua adalah negara yang baru
merdeka yang ingin meningkatkan proses pembangunan dari negara-negara lain
sebagai akibat dari penjajahan. Pada tahap awal perkembangannya ilmu
perencanaan pembangunan lebih berpusat pada pada ilmu ekonomi saja, sesuai
dengan perkembangan ilmu pembangunan negara pada saat itu, akan tetapi kemudian
dirasakan bahwa pembangunan tidak saja bertumpu pada aspek ekonomi namun juga
dipenggaruhi oleh aspek-aspek lainnya seperti aspek sosial, politik, budaya dan
fisik.
Litelatur
ilmiah yang tersedia memberikan banyak pengertian tentang perencaan pembangunan
dalam bentuk berbagai defenisi. Salah satunya adalah M.L. jhingan seorang ahli
perencanaan pembangunan bangsa india. Memberikan defenisi:
Perencanaan pembangunan pada
dasarnya adalah merupakan pengendalian
dan pengaturan perekonomian dengan sengaja oleh suatu pemerintahan untuk
mencapai suatu sasaran dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu pula.
Sedangkan
untuk indonesia sendiri perencanaan pembangunan didefenisikan dalam
Undang-Undang No.25 tahun 2004 yaitu:
Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional adalah suatu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan
jangka panjang, menengah dan tahunan, yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Ada beberapa hal yang membuat suatu
negara harus merencanakan arah pembangunannya baik di tingkat nasional maupun
daerah. Diantaranya adalah:
a.
Kegagalan mekanisme pasar
b.
Ketidakpastian masa depan
c.
Untuk mengarahkan kegiatan pembangunan.
Indonesia sendiri telah
mengeluarkan UU tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yaitu UU No. 25
tahun 2004 yang menjadi landasan bagi pemerintah pusat dan daerah untuk
menyusun rencana pembangunan berjangka baik dalam jangka panjang, menengah dan
tahunan. Dalam UU ini perencanaan pembangunan pada tingkat daerah adalah
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan satu
sama lainnya dengan perencanaan pembangunan nasional. Karena itu penyusunan
dokumen perencanaan daerah harus tetap mengacu dan mempedomani dokumen
perencanaan pembangunan nasional agar terwujud sinergi dan keterpaduan
pembangunan.
Perencanaan pembangunan
mempunyai berbagai jenis tergantung dari sifatnya masing-masing, ada beberapa
ahli yang membaginya berdasarkan jangka waktu seperti jangka panjang, menengah
dan tahunan, ada juga yang berdasarkan cara pelaksanaannya yaitu:
a.
Perencanaan sentralistik
Pada
negara yang menganut sistem perencanaan sentralistik semua kebijakan
pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat melalui Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, sedangkan pemerintah daerah hanya sebagi pelaksana dari
kebijakan pemerintah pusat walaupun daerah memiliki Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah sendiri.
b.
Perencanaan desentralistik
Pada
sistem ini kewenangan pemerintah daerah mempunyai perenan yang cukup penting
disamping kwenangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah dibagikan alokasi dana
dalam bentuk ‘Block Grand’ yang penggunanya ditetapkan sendiri oleh pemerintah
daerah melalui badan perencanaannya masing-masing. Keuntungan sistem ini adalah
daerah dapat memberikan arah pembangunan yang sesuai dengan potensi dan
karekteristik daerah masing-masing.
Secara
umum terdapat 4 tahap dalam proses
pembangunan yang sekaligus juga menggambarkan tugas pokok badan
perencana pembangunan. Tahap pertama adalah
penyusunan rencana dimana disini rancangan rencana pembangunan yang secara
formal merupakan tanggung jawab dari badan perencana pembangunan dengan melalui
tahap tahap tertentu baik dari musrenbang tingkat desa hingga tingkat paling
atas, tahap kedua penetapan rencana
dimana disini proses coordinasi antara lembaga eksekutif dan legislatif terjadi
untuk melakukan penetapan , tahap ketiga
pengendalian pelaksanaan rencana, proses ini sepenuhnya diserahkan kepada pihak
legislatif dan tahap keempat evaluasi
keberhasilan pelaksanaan rencana. Perencanaan pembangunan mempunyai siklus
(putaran kegiatan) yang terpola hampir secara seragam. Memperhatikan literatur
perencanaan yang tersedia, secara umum terdapat 10 siklus mininum perencanaan
pembanguna yang perlu dilakukan dalam kegiatan perencanaan pembangunan. Siklus
ini dimulai dari kegiatan keadaan saat ini sampai pada penyusunan rencana
tindak (aktion plan) dan anggarannya. Antara lain:
1.
Penilaian keadaan saat ini.
2.
Penilaian arah pembangunan masa datang.
3.
Formulasi tujuan dan sasaran
pembangunan.
4.
Mengkaji alternatif strategi
pembangunan.
5.
Menetapkan prioritas pembangunan.
6.
Menetapkan perkiraan dana investasi yang
dibutuhkan.
7.
Menetapkan indikator kinerja.
8.
Penyusunan rencana tindak.
Sesuai dengan SPPN 2004
dimana pemerintahan baik pusat dan dareah harus membuat perencanaan pembangunan
yang disusun dalam bentuk konkrit yaitu dokumen perencanaan pembangunan yang
terdiri dari:
a.
Rencana pembangunan jangka panjang
(RPJP)
b.
Rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM)
c.
Rencana strategis (Renstra)
d.
Renjana kerja pemerinta (RKP)
e.
Rencana kerja institusi (Renja).
Kelima dokumen
perencanaan pembangunan diatas memiliki keterkaitan satu sama lain baik tingkat
pusat maupun dengan tingkat daerah dan dari satu dokumen dengan dokumen yang
lainpun saling berkaian erat, hal ini dilakukan
agar dapat meningkatkan keterpaduan dan sinergitas pembangunan nasional. Bahkan
keterkaitan ini tidak hanya antar dokumen perencanaan saja, akan tetapi sampai
pada dokumen anggaran. Secara skematis, keterkaitan antar dokumen perencanaan
dan penggangaran tersebut dapat kita lihat pada skema dibawah ini.
Dalam
rangka mewujudkan keterpaduan antara perencanaan dan penggangaran, UU No. 25
tahun 2004 juga dikaitkan UU No. 17 tahun 2003 yang dijabarkan dalam peraturan
pemerintah No. 28 tahun 2005, yang menggariskan beberapa prosedur dan langkah
yang harus ditempuh dalam proses penyusunan anggaran, baik pada tingkat pusat maupun
daerah. Langkah-langkah tersebut menyangkut dokumen;
a.
Kebijakan umum anggaran (KUA)
b.
Prioritas dan flafon anggaran sementara
(PPAS)
c.
Rencana kerja anggaran (RKA)
Disamping itu
diwajibkan pula menyusun anggaran kinerja (performance budget) agar alokasi dana
menjadi terarah sesuai dengan capaian kinerja yang diharapkan sebagaimana yang
tertera dalam rencana tahunan. Seperti skema dibawah ini
Penyusunan
dokumen KUA menjadi penting semenjak indonesia menerapkan konsep otonomi daerah
dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran. KUA pada dasarnya merupakan
sebuah dokumen yang bertujuan untuk mengidentifikasikan program dan kegiatan
yang dapat dibiayai dengan anggaran daerah. Setelah KUA maka akan disusun PPAS
dimana berisikan pagu anggaran untuk masing-masing SKPD sesuai dengan
kemungkinan dana yang tersedia. Untuk menghindari konflik antara
BAPPENAS/BAPPEDA maka penentuan PPAS dilakukan bersama antara legilatif dan
eksekutif. Sedangkan penyusunan RKA menjadi penting dalam rangka menjaga konsistensi
dan keterkaitan yang erat antara perencanaan dan penganggaran. RKA berisikan
program dan kegiatan sesuai dengan Prioritas dan Platfon dana yang telah
ditetapkan dalam PPAS. Dengan demkian keterkaitan antara program dan kegiatan
akan lebih terjamin.
SPPN 2004 selain
mengamanatkan penyusunan rencana, penetapan rencana, juga terdapat amanat untuk
melakukan pengendalian pelaksanaan rencana dan evaluasi pelaksanaan rencana.
Pada tingkat pusat pengendalian dan pemantauan dilakukan olej menteri dan
kepala lembaga sedangkan pada tingkat daerah dilakukan oleh gubernur, bupati
dan walikota serta oleh kepala masing-masing SKPD. Pengendalian dan pemantauan
dilakukan pada waktu program dan kegiatan sedang berjalan. Kegiatan
pengendalian ini dilakukan untuk memastikan kesesuaian antara pelaksanaan
program dan proyek dengan apa yang direncakan sebelumnya. Untuk evaluasi
sendiri dilakukan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan manfaat dari program
dan kegiatan. Evalausi pelakasanaan tahunan dilakukan terhadap pelaksanaan RKP
dan Renja-KL. Sedangkan pada tingkat daerah, evaluasi tersebut dilakukan
terhadap pelaksanaan RKPD dan Renja SKPD, evaluasi tersebut dilakukan
berdasarkan indikator indikator dan sasaran kinerja keluaran (output) dan hasil
(outcome).
Secara umum ada 4 hal
pokok yang menjadi dasar pertimbangan utama yang menyebabkan perlunya
masing-masing daerah menyusun dokumen perencanaan sendiri baik meliputi RPJPD,
RPJMD, Renstra SKPD, RKPD dan Renja SKPD. Keempat hal tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Struktur
pembangunan daerah berbeda dengan struktur pembangunan nasional
b. Pada
pembangunan daerah terdapat interaksi yang erat dengan daerah lainnya baik
dalam bentuk perdagangan, perpindahan penduduk dan mobilitas modal.
c. Struktur
dan komponen keuangan daerah berbeda dengan keuangan nasional.
d. Ruang
lingkup kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan pembangunan daerah
berbeda dengan lingkup kewenangan pemerintah pusat.
Karena dalam era
otonomi daerah, campur tangan pemerintah pusat semakin berkurang dan daerah diberikan
kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan di daerahnya
masing-masing, maka sistem perencanaan pembangunan daerah yang dulunya bersifat
sektoral kini berubah menjadi bersifat regional. Perencanaan pembangunan daerah
sekarang ini harus memperhatikan potensi dan karakteristik daerah , sedangkan
perencanaan nasional lebih bersifat
makro dan hanya akan memberikan arah dan sasaran umum agar pembangunan
daerah dapat dikoordinasikan dengan baik dan efisien.
Bersamaan dengan
dikeluarkannya UU SPPN 2004 ini pemerintah setelah itu juga mengeluarkan UU
tentang desentralisasi fiskal bagi daerah yaitu UU No. 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah guna mendukung pelaksanaan otonomi
daerah. Melalui undang-undang ini pemerintah mencoba meningkatkan sumber dana
untuk mendukung program pembangunan daerah dan sekaligus mengurangi ketimpangan
dan ketidakadilan dalam alokasi sumber daya nasional. Perimbangan ini terdiri dari:
a. Dana
bagi hasil (DBH)
b. Dana
alokasi umum (DAU)
c. Dana
alokasi khusus (DAK)
Desentralisasi ini juga membuat
kewenangan pemerintah daerah untuk menggelola keuangan secara mandiri
berdasarkan potensi dan kebutuhan daerah untuk mewujudkan pembangunan yang
cepat dan stabil serta pemerintah diberi hak untuk melakukan pinjaman dana
kepada pihak lain melalui mekanisme yang telah diatur oleh pemerintah pusat.
Analisis
SWOT lazim digunakan dalam penyusunan
sebuah perencanaan, khususnya rencana strategis (Renstra). Teknik ini
menajdi populer karena ia dapat menghasilkan suatu strategi pembangunan yang
lebih terarah sesuai dengan potensi yang dimilki oleh daerah dan institusi
bersangkutan. Disamping itu,m dengan menggunakan teknik SWOT akan dapat pula
dihasilkan program dan kegiatan yang lebih tepat untuk merebut peluang yang
tersedia maupun yang untuk mengatasi kelemahan yang dihadapi. SWOT merupakan
singkatan dari strength (kekuatan), weaknesses (kelemahan), opportunities (peluang), threat (ancaman). Keempat unsur itu
merupakan aspek penting yang perlu dibahas untuk mendapat dan mengetahui
potensi dan kondisi yang dimiliki suatu
daerah atau institusi tertentu. Unsur kekuatan dan kelemahan pada dasarnya
adalah faktor internal yang berasal dari dalam suatu daerah atau lingkup tugas
institusi tertentu. Sedangkan unsur peluang dan ancaman adalah merupakan faktor
eksternal yang berasal dari luar daerah atau ruang lingkup tugas terntentu
tetapi berpengaruh terhadap masa depan institusi tersebut.
Kekuatan
pada dasarnya merupakan kelebihan yang dimiliki oleh suatu daerah dan institusi dibandingkan
dengan daerah dan institusi lainnya. Analisis akan menjadi lebih baik jika
indikator kekuatan ini dapat dibuktikan dalam bentuk kuantitatif dengan indikator
konkrit.
Kelemahan
pada dasarnya merupakan kekurangan atau kelemahan yang dimiliki oleh suatu
daerah atau intsitusi tertentu dibandingkan dengan daerah dan institusi
lainnya. Biasanya unsur ini menjadi unsur kebalikan dari aspek kekuatan.
Peluang
dapat diartikan suatu kesempatan dan kemungkinan yang tersedia dan dapat
dimanfaatkan untuk mendorong proses pembangunan daerah atau institusi yang
bersangkutan. Unsur ini darang dari luar (eksternal) baik dari kondisi ekonomi, sosial dan budaya.
Alisis ini dapat menjadi sangat baik apabila peluang tersebut bisa diukur
dengan angka dan memiliki data yang valid sehingga menjadi lebih terukur.
Ancaman
dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi yang datang dari luar dan dapat
menimbulkan kesulitan, kendala atau tantangan yang cukup serius bagi suatu
daerah atau institusi tertentu. Ancaman dapat muncul sebagai suatu akibat
perubahan perubahan suatu iklim baik sosial, ekonomi dan budaya serta regulasi
yang ada.
Dengan
menggunakan keempat unsur tersebut secara rinci dan kalau mungkin dalam bentuk kuantitatif,
maka analisis tentang kondisi sosial ekonomi daerah atau institusi bersangkutan
akan semakin konkrit dan baik. secara
spesifik, ada dua manfaat penggunaan analisis SWOT dalam penyusunan perencanaan
pembangunan. Pertama. Kita akan mengetahui kondisi daerah atau institusi secara
lebih rinci dan umum. Kondisi ini akan menjadi dasar bagi kita untuk menentukan
pembangunan apa yang lebih baik dilakukan secara tepat dan terarah. Kedua
manfaatnya adalah dapat dirumuskan strategi yang tepat berdasarkan dua
aspek-aspek yang sangat diperlukan sehingga strategi yang dibuat memilik arah
dan tujuan yang jelas serta kemungkinan untuk berhasilpun juga cukup besar. Namun tidak dapat dipungkiri juga analisis
SWOT ini juga memiliki kelemahan anatar lain:
a.
Tingkat subyektifitas tinggi
b.
Belum terkait langsung dengan
penganggaran
Banyak
ahli dan perencana mengatakan bahwa perencanaan yang baik adalah perencanaan
yang terukur secara konkrit sehingg sasaran yang akan dicapai menjadi lebih
jelas. Sehingga bisa dilihat apakah target dan sasaran nya nanti tercapai atau
tidak dalam proses monitoring dan evaluasi. Mengikuti penjelasan resmi yang
diberikan oleh BAPPENAS ( dadang solichin, 2008 ). Indikator kinerja
(performance indicators) pada dasarnya adalah merupakan alat yang dapat
membantu perencana dalam mengukur perubahan yang terjadi dalam proses
pembangunan. Sedangkan indikator adalah ukuran dari suatu kegiatan dan kejadian
yang berlangsung pada suatu negara atau daerah. Fungsi dari indikator kinerja
ini dalam proses penyusunan dokumen perencanaan adalah sebagai berikut:
a.
Untuk memperjelas tentang, what, how,
who, and where suatu program dan kegiatan dilakukan.
b.
Menciptakan konsensus yang dibangun oleh
pihak yang berkepentingan.
c.
Membangun landasan yang jelas untuk
pengukuran dan analisis pencapaian sasaran pembangunan.
d.
Sebagai alat untuk melakukan evaluasi
terhadap kinerja pembangunan yang telah dapat dilaksanakan dalam periode waktu
tertentu.
Sedangkan manfaat indikator kinerja pada
dasarnya adalah dapat dijadikan sebagai alat penilaian terhadap keberhasilan
kinerja pelaksanaan pembangunan suatu negara atau daerah. Baik pada saat
perencaan, pelaksaan maupun setelah program pembangunan selesai dilaksanakan.
Indikator kinerja ini mempunyai beberapa unsur alat pengukuran yang lazim
digunakan oleh para perencana yaitu:
a.
Masukan (input) yaitu berbagai jenis
sumber daya yang diperlukan dan
digunakan dalam melaksanakan program.
b.
Keluaran (outpu) yaitu bentuk produk
yang dihasilkan secara langsung, baik bersifat fisik maupun non fisik yang
dihasilkan dari pelaksanaan program yang telah direncakan.
c.
Hasil (outcome), yaitu segala sesuatu
yang dapat menyebabkan berfungsinya keluaran tersebut secara baik sehingga
memebrikan sumbangan terhadap proses pembangunan pada bidang terkait.
d.
Manfaat (benefit), yaitu keuntungan
serta aspek positif lainnya yang dapat dihasilkan oleh program dan kegiatan
yang bersangkutan bagi masyarakat dengan berfungsinya keluaran secara optimal.
Dengan kata lain manfaat menunjukkan hal yang di harapkan dapat tercapai dari
keluaran program yang berfungsi dengan baik.
e.
Dampak (impact), yaitu pengaruh positif
maupun negatif yang muncul bagi pembangunan dan masyarakat secara keseluruhan.
Indikator kinerja beru mempunyai arti
yang kongkrit bilamana telah didukung oleh target kinerja. Sedangkan target
kinerja pada dasarnya merupakan ukuran besaran keluaran yang direncanakan untuk
dapat dicapai melalui pelaksanaan suatu program dan kegiatan tertentu dalam
periode perencanaan. Dalam hal ini target kinerja tersebut harus memenuhi
beberapa hal seperti berikut:
a.
Angka numerik (kuantitatif)
b.
Dapat dibandingkan
c.
Bersifat spesifik
Target kinerja ini ditentukan dengan
memperhatikan capaian yang dapat diraih dimasa lalu dan kemampuan sumber daya
institusi atau daerah yang tersedia saat ini dengan prediksi masa depan.
0 komentar:
Posting Komentar